Selasa, 27 April 2010

Mendiagnosa anak dengan Syndrome Down

Mendiagnosa anak dengan Syndrome Down
Deteksi terhadap kejadian Sindroma Down dapat dibagi menjadi dua, yaitu Screening Test dan Diagnostic Test. Screening test digunakan untuk mengukur resiko kemungkinan janin menderita Sindroma Down; Diagnostic Test digunakan untuk memastikan bahwa janin tersebut benar-benar menderita Sindroma Down atau tidak.
Screening Test adalah metode non-invasif dan tidak menimbulkan rasa sakit. Beberapa tes yang dapat digunakan adalah:
1. Nuchal Translucency Testing, tes ini dapat dilakukan pada kehamilan 11-14 minggu, menggunakan Ultrasonografi (USG).
2. The Triple Screen (multiple marker test) dengan Alfa-fetoprotein, tes ini dapat dilakukan pada kehamilan 15-20 minggu. Kadar Alfa-fetoprotein yang rendah di dalam darah ibu menunjukkan resiko tinggi terjadinya Sindroma Down pada janin yang dikandungnya.
3. Ultrasonografi (USG), untuk mengetahui kelainan fisik pada janin. Namun tes ini hanya akurat sekitar 60% karena sering terganggu dengan munculnya pembacaan positif-palsu dan negatif-palsu.
Sementara itu, diagnostic test menggunakan metode-metode invasif sebagai berikut:
1. Amniosentesis, dikerjakan pada usia kehamilan 16-20 minggu, pada Ibu hamil akan diambil cairan amnionnya dengan menggunakan jarum yang melewati abdomen. Sel-sel pada cairan amnion tersebut dapat dianalisa untuk mencari adanya kromosom abnormal.
2. Chorionic Villus Sampling (CVS), tes ini menggunakan sampel dari plasenta dan dapat dikerjakan pada kehamilan 8-12 minggu.
3. Percutaneous Umbilical Blood Sampling (PUBS). Tes ini menggunakan sampel kecil dari darah pada saluran umbilikus dan dapat dikerjakan pada kehamilan lebih dari 20 minggu.
Tindakan preventif tersebut perlu dilakukan mengingat betapa bahaya sindrom ini, karena sampai saat ini belum ada obat atau vaksin untuk mengobati penyakit ini. Jika pun ada pasti akan sangat mahal. Oleh karena itu, mencegah lebih baik daripada mengobati.
Sumber :
http://anakluarbiasa.com/index.php?appid=alb&sub=detail&id=14

TERAPI SEBAGAI PENUNJANG PENDIDIKAN ANAK AUTIS

TERAPI SEBAGAI PENUNJANG PENDIDIKAN ANAK AUTIS

Selain cara belajar diatas, kita dapat menggunakan terapi untuk membantu proses pembelajaran untuk anak autis. Berikut ini adalah beberapa terapi pendidikan untuk anak autis yaitu :
• Terapi Neurofeedback
Terapi Neurofeedback adalah terapi yang melatih otak untuk mengendalikan dirinya sendiri, menekan gelombang teta supaya tidak mengganggu gelombang yang lainnya. Dengan demikian, kerja otak menjadi lebih nyaman. Sel-sel otak yang tidak aktif menjadi lebih aktif dan sambungan antar sel-sel otak tersebut juga menjadi lebih banyak.
Yang melatar belakangi terapi ini adalah hasil pencitraan EEG yang menunjukkan bahwa gelombang otak pada anak-anak tertentu tidak sama dengan gelombang otak anak-anak lainnya (gelombang 1-4 Hz adalah gelombang delta, 4-8 adalah teta, 8-12 alfa, dan > 12 adalah beta). Dan yang saya maksudkan dengan anak-anak tertentu adalah anak-anak yang dengan mudahnya disebut sebagai autis, hiper, dll, hanya karena mereka berbeda dengan anak-anak lain. Pada anak-anak ini, gelombang teta menjadi tinggi sehingga berbenturan dengan gelombang beta dan menyebabkan distorsi.
• Hyperbaric Oksigen Therapy
Hiperbarik Oksigen Terapi (HBOT) adalah terapi medis pemberian oksigen murni kepada pasien yang berada di dalam ruangan bertekanan tinggi dengan tujuan meningkatkan konsentrasi oksigen di dalam darah dan dengan pemberian tekanan maka oksigen tersebut akan menjadi partikel yang lebih kecil sehingga lebih bisa mensuplai oksigen ke tempat yang tidak terjangkau dalam keadaan normal. Dengan konsentrat oksigen yg lebih tinggi akan menstimulasi dan memperbaiki jaringan sel / syaraf yang rusak. Contohnya stroke dan autisme.
• Terapi integrasi sensoris
Aktivitas fisik yang terarah, bisa menimbulkan respons yang adaptif yang makin kompleks. Dengan demikian efisiensi otak makin meningkat.
Terapi integrasi sensoris meningkatkan kematangan susunan saraf pusat, sehingga ia lebih mampu untuk memperbaiki struktur dan fungsinya. Aktivitas integrasi sensoris merangsang koneksi sinaptik yang lebih kompleks , dengan demikian bisa meningkatkan kapasitas untuk belajar.
• Applied Behavioral Analysis (ABA)
ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai , telah dilakukan penelitian dan didisain khusus untuk anak dengan autisme. Sistem yang dipakai adalah memberi pelatihan khusus pada anak dengan memberikan positive reinforcement (hadiah/pujian). Jenis terapi ini bias diukur kemajuannya . Saat ini terapi inilah yang paling banyak dipakai di Indonesia.
• Terapi Wicara
Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam bicara dan berbahasa. Biasanya hal inilah yang paling menonjol, banyak pula individu autistic yang non-verbal atau kemampuan bicaranya sangat kurang.
• Terapi Okupasi
Hampir semua anak autistik mempunyai keterlambatan dalam perkembangan motorik halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang pinsil dengan cara yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuap makanan kemulutnya, dan lain sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting untuk melatih mempergunakan otot2 halusnya dengan benar.

• Terapi Fisik
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak diantara individu autistik mempunyai gangguan perkembangan dalam motorik kasarnya.
• Terapi Sosial
Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme adalah dalam bidang komunikasi dan interaksi . Banyak anak-anak ini membutuhkan pertolongan dalam ketrampilan berkomunikasi 2 arah, membuat teman dan main bersama ditempat bermain. Seorang terqapis sosial membantu dengan memberikan fasilitas pada mereka untuk bergaul dengan teman-teman sebaya dan mengajari cara2nya.
• Terapi Bermain
Meskipun terdengarnya aneh, seorang anak autistik membutuhkan pertolongan dalam belajar bermain. Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar bicara, komunikasi dan interaksi social. Seorang terapis bermain bisa membantu anak dalam hal ini dengan teknik-teknik tertentu.
• Terapi Perilaku
Anak autistik seringkali merasa frustrasi. Teman-temannya seringkali tidak memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya, Mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Tak heran bila mereka sering mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari latar belakang dari perilaku negatif tersebut dan mencari solusinya dengan merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut untuk memperbaiki perilakunya.
• Terapi Perkembangan
Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention) dianggap sebagai terapi perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya, kekuatannya dan tingkat perkembangannya, kemudian ditingkatkan kemampuan sosial, emosional dan Intelektualnya. Terapi perkembangan berbeda dengan terapi perilaku seperti ABA yang lebih mengajarkan ketrampilan yang lebih spesifik.
• Terapi Visual
Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners/visual thinkers). Hal inilah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan metode belajar komunikasi melalui gambar-gambar, misalnya dengan metode PECS ( Picture Exchange Communication System). Beberapa video games bisa juga dipakai untuk mengembangkan ketrampilan komunikasi.
• Terapi Biomedik
Terapi biomedik dikembangkan oleh kelompok dokter yang tergabung dalam DAN! (Defeat Autism Now). Banyak dari para perintisnya mempunyai anak autistik. Mereka sangat gigih melakukan riset dan menemukan bahwa gejala-gejala anak ini diperparah oleh adanya gangguan metabolisme yang akan berdampak pada gangguan fungsi otak. Oleh karena itu anak-anak ini diperiksa secara intensif, pemeriksaan, darah, urin, feses, dan rambut. Semua hal abnormal yang ditemukan dibereskan, sehingga otak menjadi bersih dari gangguan. Terrnyata lebih banyak anak mengalami kemajuan bila mendapatkan terapi yang komprehensif, yaitu terapi dari luar dan dari dalam tubuh sendiri (biomedis).

PENDIDIKAN BAGI INDIVIDU AUTISTIK

PENDIDIKAN BAGI INDIVIDU AUTISTIK
Fakta bahwa individu-individu ASD (Autistik spectrum Disorder) belajar secara berbeda karena perbedaan neurobiologis bawaan mereka memberikan dampak pada tiga hal (Siegel, 1996):
• Belajar menjadi tugas yang lebih berat bagi individu ASD
• Individu ASD harus diajarkan dalam gaya yang ‘khusus’ bagi setiap individu, agar mereka bisa memahami materi dengan baik. Berarti, stimulus disampaikan dalam bentuk atau cara yang khusus
• Bila intervensi dilakukan lebih dini, maka perjuangan untuk mengajar individu-individu ini diharapkan akan lebih mudah karena mereka sudah lebih tertata (tidak terlalu tantrum atau berperilaku negatif lainnya)
Intervensi dini menjadi satu langkah yang penting, dan salah satu teknik/metode yang banyak digunakan adalah Applied Behavioral Analysis yang ditemukan oleh Ivar O. Lovaas (Maurice, 1996). Penanganan intervensi dini menggunakan teknik ‘one-on-one’ atau satu guru satu anak, yang sangat intensif dan terfokus dengan kurikulum yang sangat terstruktur.
Komponen ‘one-on-one’ ini menjadi penting artinya pada proses belajar awal, terutama bagi anak-anak yang masih rendah tingkat kepatuhan dan imitasi-nya.
Ada beberapa kemungkinan yang dapat ditempuh oleh anak ASD dalam jalur pendidikan. Penetapan akan menempuh jalur yang mana sangat dipenuhi oleh berbagai aspek, antara lain: banyaknya gejala autisme pada anak, daya tangkap, kemampuan berkomunikasi, usia dan harapan (atau tuntutan) orang tua.
a) Alternatif pilihan bentuk pendidikan yang berlaku di Amerika Serikat, antara lain terbagi atas jalur pendidikan khusus :
• Individual Therapy
antara lain melalui penanganan di tempat terapi atau di rumah (home-based therapy dan kemudian homeschooling). Intervensi seperti ini merupakan dasar dari pendidikan individu ASD. Melalui penanganan one-on-one, anak belajar berbagai konsep dasar dan belajar mengembangkan sikap mengikuti aturan yang ia perlukan untuk berbaur di masyarakat.
• Designated Autistic Classes
Salah satu bentuk transisi dari penanganan individual ke bentuk kelas klasikal, dimana sekelompok anak yang semuanya autistik, belajar bersama-sama mengikuti jenis instruksi yang khas. Anak-anak ini berada dalam kelompok yang kecil (1-3 anak), dan biasanya merupakan anak-anak yang masih kecil yang belum mampu imitasi dengan baik.
• Ability Grouped Classes
Anak-anak yang sudah dapat melakukan imitasi, sudah tidak terlalu memerlukan penanganan one-on-one untuk meningkatkan kepatuhan, sudah ada respons terhadap pujian, dan ada minat terhadap alat permainan; memerlukan jenis lingkungan yang menyediakan teman sebaya yang secara sosial lebih baik meski juga memiliki masalah perkembangan bahasa.
• Social Skills Development and Mixed Disability Classes
Kelas ini terdiri atas anak dengan kebutuhan khusus, tetapi tidak melulu autistik. Biasanya, anak autistik berespons dengan baik bila dikelompokkan dengan anak-anak Down Syndrome yang cenderung memiliki ciri ‘hyper-social’ (ketertarikan berlebihan untuk membina hubungan sosial dengan orang lain). Ciri ini membuat mereka cenderung bertahan, memerintah, dan berlari-lari di sekitar anak autis sekedar untuk mendapatkan respons. Hal ini baik sekali bagi si anak autis.
b) Alternatif pilihan bentuk pendidikan yang berlaku di Amerika Serikat, antara lain terbagi atas jalur pendidikan umum (mainstream atau inclusion).
Maksud kata ‘mainstream’ berarti melibatkan seorang anak dengan kebutuhan khusus ke dalam kelas-kelas umum. Penanganan anak sungguh-sungguh dilakukan tanpa adanya perhatian pada kebutuhan khusus yang ada pada anak. Padahal, sebetulnya anak memang memiliki kebutuhan khusus.
Istilah inklusi sebaliknya adalah menggambarkan keadaan dimana individu autistik dilibatkan dalam kegiatan sekolah reguler, dengan kemungkinan: dengan atau tanpa pendamping. Pada umumnya sekolah inklusi menyediakan jasa pembelajaran khusus bagi anak-anak autistik dimana mereka kemudian ditarik untuk belajar di ruangan terpisah bilamana mereka mengalami hambatan mengikuti pelajaran di kelas. Itu sebabnya, ada istilah full inclusion bagi anak-anak yang mengikuti semua pelajaran (dengan pendamping sesuai keperluan) dan dengan bantuan remedial teaching. Serta ada istilah partial inclusion bagi mereka yang hanya mengikuti pelajaran untuk memperoleh sebagian keuntungannya saja. Misal, orangtua yang memasukkan anaknya untuk tujuan sosialisasi di sekolah reguler.

MENGATASI KESULITAN BELAJAR ANAK AUTIS

MENGATASI KESULITAN BELAJAR ANAK AUTIS

Siswa autistik sering harus berjuang keras agar dapat tetap duduk, tetap fokus, dan bertahan dalam mengerjakan tugas. Namun dengan dukungan serta penyesuaian yang tepat, siswa-siswa ini mampu meningkatkan waktu mereka fokus sambil tetap merasa nyaman bahkan pada saat diberikan instruksi dengan durasi lebih lama. Dalam artikel ini, lima pilihan diberikan untuk membantu para siswa 'bertahan' dalam situasi seperti tersebut diatas.
1. Berikan mereka kesempatan untuk 'menyibukkan diri'
Beberapa siswa dapat bersikap lebih tenang bilamana mereka memiliki obyek tertentu untuk dimanipulasi sepanjang pelajaran berlangsung. Ada yang senang mencabuti benang dari secari kain, ada yang melipat-lipat sedotan yang dapat dibengkokkan, ada juga yang berulang kali melipat-lipat kertas membentuk berbagai jenis origami.
Mereka yang memiliki kebutuhan seperti ini, bisa ditawarkan untuk memegang bola lentur yang dapat ditekan-tekan, sedotan, rangkaian manik-manik, karet gelang, ataupun gantungan kunci yang memiliki banyak gantungan. Bila mungkin, berikan pada siswa benda-benda yang berkaitan dengan isi materi pembelajaran. Misal, siswa yang senang menggenggam bola, berikan ia bola berbentuk globe pada saat seluruh kelas sedang belajar tentang bumi. Sambil anak diberi kesempatan untuk melepaskan stres-nya, guru melakukan tanya jawab sederhana seperti 'kamu sedang menekan negara apa sekarang?' sehingga anak memperhatikan negara-negara yang ada pada globe tersebut.

2. Perbolehkan mereka untuk menggambar atau mencoret-coret
Memperbolehkan siswa menggambar juga merupakan teknik yang cukup efektif. Sayangnya hal ini sering dipandang sebagai perilaku 'menghindari tugas' oleh para guru. Banyak pelajar dengan kebutuhan maupun tidak, tampaknya lebih mampu berkonsentrasi pada sebuah pembelajaran atau aktifitas ketika mereka diberikan kesempatan untuk menggambar di sebuah buku notes, menulis di buku mereka, membuat sketsa, atau bahkan (tergantung usia mereka) mewarnai sebuah kertas kerja.
3. Biarkan mereka berjalan-jalan
Beberapa siswa bekerja lebih baik bila mereka boleh beristirahat diantara serangkaian tugas, dan boleh melakukannya dengan gaya mereka sendiri (berjalan-jalan, meregangkan tubuh, atau sekedar berhenti bekerja). Adapula yang perlu beristirahat dengan berjalan selama beberapa detik sampai 15-20 menit. Siswa bahkan ada yang perlu berjalan sepanjang gang di sekolah sekali atau dua kali, sementara beberapa yang lain cukup senang bila boleh berjalan di dalam kelasnya sendiri. Guru-guru yang khawatir siswanya kehilangan waktu pembelajaran, bisa memberikan siswanya tugas yang berkaitan dengan materi justru pada saat siswa sedang berjalan kesana kemari. Misal, guru sebuah kelas meminta siswanya melakukan riset di perpustakaan pada saat siswanya tersebut sedang mengambil istirahat sambil berjalan-jalan.
Guru lain yang menyadari pentingnya gerakan yang sering serta adanya interaksi memutuskan untuk menawarkan "kesempatan bergerak" kepada semua siswa. Ia secara berkala memberikan siswa-siswanya bantuan untuk berdikusi (misal, Apa yang kalian tahu tentang bursa efek? Apakah itu statistik?) dan lalu mengarahkan mereka untuk 'berjalan dan bicara' kepada seorang siswa lain. Sesudah 10 menit bergerak, ia mengumpulkan siswanya kembali lalu menanyakan kepada mereka berbagai hal sehingga terjadi diskusi hasil percakapan mereka.
4. Beri pilihan tempat duduk
Tempat duduk yang tepat mungkin bukan hal pertama yang dipertimbangkan guru ketika ia membuat perencanaan bagi siswa autistik. Tetapi untuk beberapa siswa, jenis perabot kelas yang tepat menjadi kunci utama keberhasilan dan kenyamanan mereka.
Salah satu siswa saya tidak dapat mentolerir duduk di kursi yang keras yang ada di setiap kelas, sehingga gurunya membiarkannya membawa bantal ke dalam kelas. Siswa lain sering memilih duduk di lantai (dimana ia bisa menyangga dirinya dengan dua bantal besar) sehingga beberapa kali sehari ia diperbolehkan duduk di "sarangnya" (begitu nama yang ia berikan bagi tempat duduknya yang unik tersebut) atau di mejanya (dimana ia duduk di atas bantal kecil). Memberikan beberapa pilihan tempat duduk di kelas dapat meningkatkan pengalaman belajar semua siswa. Pilihan tempat duduk sangat menarik bagi semua siswa. Antara lain: sofa, kursi goyang, tempat duduk dengan bantalan, bantal-bantal atau alas duduk di lantai dan sebagainya.

Hyperbaric Oksigen Therapy

Hyperbaric Oksigen Therapy
Seiring dengan kemajuan dan perkembangan teknologi kedokteran masa kini, kami dari PT. Hyperbaric Medical Solusindo ingin memperkenalkan fasilitas terapi oksigen hiperbarik kami yang baru yang berada di Rumah Sakit Jakarta.

Hiperbarik Oksigen Terapi (HBOT) adalah terapi medis pemberian oksigen murni kepada pasien yang berada di dalam ruangan bertekanan tinggi dengan tujuan meningkatkan konsentrasi oksigen di dalam darah dan dengan pemberian tekanan maka oksigen tersebut akan menjadi partikel yang lebih kecil sehingga lebih bisa mensuplai oksigen ke tempat yang tidak terjangkau dalam keadaan normal. Dengan konsentrat oksigen yg lebih tinggi akan menstimulasi dan memperbaiki jaringan sel / syaraf yang rusak. Contohnya stroke dan autisme . HBOT sendiri sudah diakui secara internasional maupun nasional sebagai salah satu cabang dari dunia kedokteran barat, dan bukanlah masuk klasifikasi terapi alternatif seperti terapi ozone dan lain sebagainya.

HBOT sendiri sebenarnya bukanlah merupakan hal yang baru dalam dunia kedokteran Indonesia, dimana pertama kali dimulai di fasilitas militer RS Angkatan Laut di RSAL Mintohardjo (Jakarta) dan di RSAL Surabaya untuk menunjang operasional para penyelamnya. Seiring dengan perkembangan riset HBOT di dunia internasional maupun nasional, aplikasi HBOT berkembang dari hanya untuk kesehatan penyelaman, mempercepat penyembuhan luka, stroke hingga issue yang paling digemari saat ini yaitu kebugaran (anti aging) dan autisme.

Ada banyak teory mengenai terjadinya autisme seperti peredaran darah yg abnormal ke otak, sakit panas tinggi, kerusakan otak, reaksi ke vaksin dan kekurangan oxygen sebelum, ketika dan sesudah proses kelahiran.

Penggunaan hyperbaric oxygen therapy ( HBOT )untuk autisme telah digunakan di banyak negara. banyak testimoni di internet dari keluarga yang menggunakan HBOT dengan hasil menggembirakan. Banyak jurnal jurnal dr luar negeri pula yang menyokong HBOT untuk autisme.

10 HAL YANG DIINGINKAN OLEH ANAK AUTIS

10 HAL YANG DIINGINKAN OLEH ANAK AUTIS
• Perilaku adalah komunikasi
Semua perilaku terjadi karena ada penyebab tertentu. Perilaku tertentu memberitahukan pada anda, bagaimana aku menanggapi dunia disekitarku saat itu. Perilaku yang negatif sangat mengganggu proses belajarku. Tapi, menghentikan perilaku tersebut tidaklah cukup; berikanlah alternatif padaku untuk menggantikan perilaku tersebut, sehingga proses belajar bisa lancar lagi. Mulailah dengan mempercayai hal ini : aku sungguh ingin belajar interaksi dengan baik. Tak ada seorang anakpun yang menginginkan umpan balik yang negatif dari perilaku yang “buruk”. Perilaku buruk berarti bahwa aku merasa sangat kacau oleh karena sistem sensorisku yang terganggu, tidak bisa mengkomunikasikan apa yang kuinginkan dan tidak mengerti apa yang diharapkan dariku. Buatlah catatan tentang apa yang terjadi persis sebelum perilaku buruk itu tercetus : siapa yang terlibat, waktunya kapan, kegiatan yang dilakukan dan dalam situasi yang bagaimana. Maka kemudian akan timbul sebuah pola.
• Janganlah menarik kesimpulan apapun
Tanpa fakta yang nyata, suatu kesimpulan merupakan suatu tebakan belaka. Mungkin aku tak mengerti aturan. Aku mendengar instruksi yang diberikan, tapi aku tak mengerti. Mungkin aku mengerti kemarin, tapi hari ini tak bisa menggali lagi dari ingatanku.
Bila aku ingin kekamar kecil setiap kali aku diberi soal matematik, barangkali aku tak tahu bagaimana cara mengerjakannya atau aku takut bahwa usahaku dianggap kurang baik. Tetaplah bertahan denganku mengulangi hal2 tersebut sampai aku merasa cukup kompeten.
Apakah anda yakin bahwa aku benar-benar mengetahui aturan-aturan? Apakah kulanggar aturan tersebut karena ada penyebab tertentu? Mungkin aku makan siangku lebih awal oleh karena aku takut tak dapat menyelesaikan tugas sains di sekolahku, aku tak sarapan sehingga sekarang aku sangat lapar ?
• Carilah gangguan sensoris dahulu
Banyak dari perilaku berontakku disebabkan oleh karena rasa tidak nyaman. Sebuah contoh adalah penerangan lampu neon, yang telah terbukti menyulitkan bagi anak-anak sepertiku. Suara dengungnya sangat mengganggu telingaku yang hipersensitif.
Lampu yang biasa dimeja belajar atau diatas ruangan terasa lebih nyaman bagiku. Atau mungkin aku perlu duduk lebih dekat ; aku tak mengerti apa yang anda katakan oleh karena terlalu banyak suara2 lain, seperti pemotong rumput diluar jendela, Jasmine yang berbisik-bisik dengan Tanya, kursi yang berderit atau bunyi pengasah pensil.
Tanyakanlah pada terapis okupasional disekolah untuk menciptakan suasana yang nyaman secara sensoris didalam kelas. Hal tersebut baik untuk semua anak, bukan hanya bagiku.
• Berikanku waktu untuk mengatur diriku sendiri sebelum aku memerlukannya
Sebuah sudut tenang yang berkarpet, dengan bantal, buku-buku dan penutup telinga akan memungkinkanku untuk menenangkan diri bila merasa tegang, tapi jaraknya tak terlalu jauh, sehingga aku dengan mudah bisa bergabung lagi dengan teman-teman dan melanjutkan kegiatan sekolahku.
• Katakanlah padaku apa yang kuharus lakukan dengan cara yang positif dan bukan cara memerintah
“Kau mengotori tempat cuci piring!” ini merupakan suatu fakta bagiku. Aku tak dapat mengerti bahwa yang dimaksudkan adalah: “ Tolong bersihkan bekas catmu dan buanglah tissue bekasnya kedalam tong sampah” Jangan membuat aku mereka-reka atau harus berpikir apa yang sebenarnya aku harus lakukan.
• Jangan mengharapkan terlalu banyak
Bila semua anak harus berkumpul berdesakan disekolah, dimana beberapa anak terus menerus membicarakan soal permen, aku merasa tidak nyaman. Rasanya lebih berguna bagi untuk membantu sekretaris sekolah membereskan majalah.
• Berilah aku waktu untuk beralih dari satu aktivitas ke aktivitas lain
Aku memerlukan lebih banyak waktu untuk beralih dari satu kegiatan ke kegiatan yang lain. Berikan peringatan 5 menit sebelumnya, dan 2 menit sebelum kegiatan beralih. Sebuah jam meja dibangku belajarku membantu untuk mengingatkanku akan waktu peralihan kegiatan. Dengan demikian aku bisa mengatur waktu secara mandiri.
• Janganlah membuat suatu keadaan buruk menjadi tambah buruk lagi
Meskipun anda seorang dewasa yang matang, kadang-kadang anda membuat keputusan yang salah dalam keadaan yang emosional. Aku sungguh tidak bermaksud untuk mengacaukan kelas anda. Aku lebih mudah mengatasi perilakuku jika anda mengacuhkanku daripada anda juga marah2. Hal2 yang menambah parah suatu keadaan kritis adalah :
1. Meninggikan volume suara anda. Aku akan lebih mendengar teriakan-teriakan tersebut daripada kata-kata anda.
2. Mengejek atau meniru aku. Cara yang sarkastis, mengejek atau memaki tak akan ada hasilnya.
3. Menuduhkan sesuatu yang tak benar.
4. Mengatakan sesuatu yang tak jelas artinya.
5. Membandingkanku dengan saudara-saudaraku atau murid lain.
6. Mengungkit hal yang telah lalu atau tak ada hubungannya.
7. Mengelompokkanku dalam kategori : “Anak-anak seperti kamu semua sama….”

• Kritiklah dengan lembut
Cobalah untuk jujur, apakah anda sendiri bisa menerima kritikan yang konstruktif dengan baik? Kematangan dan kepercayaan diri untuk bisa menerima kritikan masih jauh dariku.
Hal ini bukan berarti bahwa aku tak boleh ditegur. Namun tegurlah dengan baik, sehingga aku bisa benar-benar mendengar. Jangan pernah mendisiplin atau memberi teguran kalau aku sedang marah, terangsang secara berlebihan, menutup diri, gelisah dan secara emosional terganggu sehingga aku tak dapat berinteraksi.
Bantulah aku untuk bisa mengerti perasaan apa yang mencetuskan perilaku itu. Dapat saja kukatakan bahwa aku marah , tapi mungkin aku sebenarnya takut, kecewa, sedih atau cemburu. Cobalah korek itu semua. Latihlah, mungkin dengan role-play, untuk menunjukkan padaku cara lain untuk Memecahkan persoalan lain kali. Suatu cerita pendek dengan foto2 akan sangat membantu. Lakukanlah hal tersebut berulang-ulang, tidak mungkin hanya sekali. Dan bila aku melakukannya dengan benar lain kali, katakanlah secara langsung. Akan sangat membantu bila anda sendiri memberi contoh bagaimana anda merespons sebuah kritik.
• Berikanlah pilihan yang benar, betul-betul benar

Jangan berikan pilihan yang samar seperti pertanyaan : “Maukah kamu…….?”, kecuali kalau anda siap dengan jawabanku yang jujur : “Tidak!”. Misalnya pertanyaan :
1. Maukah kamu membaca dengan keras sekarang ?
2. Maukah kamu membagi catmu dengan temanmu?
Sulit bagiku untuk mempercayai anda bila anda memberikan pilihan yang bukan pilihan. Dalam kehidupan sehari-hari anda dihadapkan pada begitu banyak pilihan. Anda terus menerus menentukan pilihan , halmana menjadikan anda bisa menguasai hidup anda. Untukku, pilihan jauh lebih terbatas, karena itu sulit untuk bisa mempercayai diri sendiri. Memberikanku lebih banyak pilihan membantuku untuk lebih banyak terlibat dalam kehidupan sehari-hari.
Memberikanku pilihan membantuku untuk belajar berperilaku lebih baik, namun aku juga mengerti bahwa ada saatnya anda tak bisa memberiku pilihan. Kalau hal ini terjadi, aku tidak akan kecewa bila aku mengerti mengapa. Terakhir : percayalah ! Henry Ford pernah berkata : Apakah kamu berpikir kamu bisa atau tidak bisa, biasanya kamu benar. Percayalah bahwa anda sangat berarti dan bisa merubah diriku. Perasaanku lebih kuat daripada kemampuanku berkomunikasi. Yang paling aku bisa rasakan adalah apakah anda mempercayaiku. Bila anda mengharapkan lebih banyak, anda akan mendapatkan lebih banyak. Berilah aku dorongan sehingga aku bisa berkembang sesuai dengan kemampuanku. Aku akan terus berkembang meskipun sudah keluar dari ruang kelas anda.

Mengenal Tunagrahita

Mengenal Tunagrahita
Tunagrahita merupakan kata lain dari Retardasi Mental (mental retardation) Tuna berarti merugi, dan Grahita berarti pikiran. Jadi Tunagrahita itu adalah suatu penyakit yang menyebabkan seseorang mengalami Retardasi Mental atau ketidakmampuan untuk berpikir.
Tunagrahita sering disepadankan dengan istilah-istilah, sebagai berikut:
1. Lemah fikiran ( feeble-minded)
2. Terbelakang mental (Mentally Retarded)
3. Bodoh atau dungu (Idiot)
4. Pandir (Imbecile)
5. Tolol (moron)
6. Oligofrenia (Oligophrenia)
7. Gangguan Intelektual
Anak tunagrahita memiliki fungsi intelektual tidak statis. Kelompok tertentu, termasuk beberapa dari down syndrom, memiliki kelainan fisik (Cacat) dibanding teman-temannya, tetapi mayoritas dari anak tunagrahita terutama yang tergolong ringan, terlihat sama seperti yang lainnya atau dengan kata lain tidak ada gejala yang nampak sehingga kita lalai dalam menanggulanginya.
Dari kebanyakan kasus banyak anak tunagrahita terdeteksi setelah masuk sekolah. Tes IQ mungkin bisa dijadikan indikator dari kemampuan mental seseorang untuk menentukan apakah anak tersebut memiliki kemungkinan mengalami Tunagrahita. Kemampuan adaptif seseorang tidak selamanya tercermin pada hasil tes IQ. Latihan, pengalaman, motivasi, dan lingkungan sosial sangat besar pengaruhnya pada kemampuan adaptif seseorang.

DEFINISI ANAK AUTIS

DEFINISI ANAK AUTIS
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks, yang biasanya muncul pada usia 1-3 tahun. Autisme tidak dapat langsung diketahui pada saat anak lahir atau pada skrining prenatal (tes penyaringan yang dilakukan ketika anak masih berada dalam kandungan), Tidak ada tes medis untuk mendiagnosis autisme. Suatu diagnosis yang akurat harus berdasarkan kepada hasil pengamatan terhadap kemampuan berkomunikasi, perilaku dan tingkat perkembangan anak.
Penelitian yg intensif di dunia medis pun dilakukan oleh para ahli. Dimulai dari hipotesis sederhana sampai ke penelitian klinis lanjutan. Dan yang perlu kita ketahui tentang autis sebagai berikut:
1. Autis bukan karena keluarga (terutama ibu yg paling sering dituduh) yang tidak dapat mendidik penderita. Anak autis tidak memiliki minat bersosialisasi, dia seolah hidup didunianya sendiri. Dia tidak peduli dengan orang lain.
2. Terjadi kegagalan pertumbuhan otak yang diakibatkan oleh keracunan logam berat seperti merkuri yang banyak terdapat dalam vaksin imunisasi atau pada makanan yang dikonsumsi ibu yang sedang hamil, misalnya ikan dengan kandungan logam berat yang tinggi.
3. Terjadi kegagalan pertumbuhan otak karena nutrisi yang diperlukan dalam pertumbuhan otak tidak dapat diserap oleh tubuh, ini terjadi karena adanya jamur dalam lambungnya.
4. Terjadi autoimun pada tubuh penderita yang merugikan perkembangan tubuhnya sendiri karena zat-zat yang bermanfaat justru dihancurkan oleh tubuhnya sendiri.
5. Autis memiliki spektrum yang lebar. Dari yang autis ringan sampai yg terberat. Termasuk di dalamnya adalah hyper-active, attention disorder, dll.
6. Kebanyakan anak autis adalah laki-laki karena tidak adanya hormon estrogen yg dapat menetralisir autismenya.
Memang berat & sangat sulit menangani anak penderita autis yg seperti kerasukan setan ini. Perlu beberapa hal yg perlu diketahui, dipahami & dilakukan, yaitu:
1. Anak autis tidak gila & tidak kerasukan setan. Penanganan harus dilakukan secara medis & teratur.
2. Penderita autis sebagian dapat sembuh dengan beberapa kondisi, yaitu: ditangani & terapi sejak dini; masih dalam spektrum ringan; mengeluarkan racun atau logam berat dalam tubuh penderita (detoxinasi).
3. Perlu pemahaman & pengetahuan tentang autis & ditunjang oleh kesabaran & rasa kasih sayang dalam keluarga penderita.

VAKSIN PENYEBAB AUTIS

VAKSIN PENYEBAB AUTIS
Minimnya informasi yang diperoleh masyarakat terutama tentang dunia kesehatan sering mengakibatkan timbulnya suatu penyakit yang notabene bukan karena kecerobohan masyarakat, tetapi karena ketidaktahuan. Vaksin yang dipercaya sebagai penangkal berbagai penyakit ternyata justru menjadi pemicu penyakit, diantaranya seperti autis. Tentunya hal ini menjadi sebuah ironi bagi konsumen, vaksin untuk menangkal justru menjadi vaksin penyebab autis misalnya.
Sudah bukan rahasia umum lagi bagaimana dunia kesehatan di negara sampai saat ini, tentunya kita semua sudah tahu sama tahu. Mulai dari sistem, kualitas pelayanan, profesionalitas, dana pelayanan masyarakat (bagai gas elpiji kalau terbuka alias bbuuusss bablas ****ne), masterplan dan sebagainya. Kita ambil saja contoh kasus mudah yang setiap saat gampang ditemukan yaitu diare dan demam berdarah, selalu terjadi berulang dan berulang, sementara waktu kejadian dan penyebabnya jelas-jelas diketahui namun tidak ada tindakan preventif yang tertata secara sistematis dan diterapkan sesuai waktunya untuk penanggulangan dan antisipasi, padahal kejadian tersebut adalah kejadian umum yang selalu terjadi dan berulang pada waktu yang sama, lagi-lagi yang menjadi korban adalah masyarakat kecil yang notabene untuk memenuhi standar kualitas hidup sehat jelas bagai di awang-awang, karena untuk makan saja tidak jelas.
Belum lagi kualitas, kejelasan dan validitas unsur penyusun obat yang sering diberikan pada masyarakat di pos-pos pelayanan kesehatan masyarakat yang berbiaya murah (bahkan juga ada di tempat yang berbiaya tinggi) maupun rumah sakit, tahunya masyarakat berobat, biaya murah dan dapat obat. Alangkah semrawut dan tidak karuannya dunia kesehatan di negeri kita ini, negeri ini banyak orang-orang pintar di dunia kesehatan, banyak ahli, sayang sebagian besar hanya memiliki hati yang teramat secuil kecil sekali dalam mengabdikan diri pada dunia pelayanan, sehingga salah satu dampaknya seperti apa yang dialami oleh salah seorang ibu yang pengalamannya di share di bawah ini.
Berikut informasi dan share pengalaman yang terkait dengan seputar dunia kesehatan yang mungkin tanpa disadari juga anda alami yaitu seputar autis. Buat para pasangan muda, buat yang punya keponakan, calon ibu atau siapa saja sekiranya perlu membaca kesaksian ini yaitu tentang autisme, bisa di share kepada siapa saja yang masih punya anak kecil supaya berhati-hati.
Setelah kesibukan Lebaran yang menyita waktu, baru sekarang punya waktu luang untuk membaca buku "Children with Starving Brains" karangan Jaquelyn McCandless, MD yang diterjemahkan dan diterbitkan oleh Grasindo. Ternyata buku yang saya beli di toko buku Gramedia seharga Rp. 50,000,- ini benar-benar membuka mata saya, sayang sekali baru terbit setelah anak saya Joey (27 bln) didiagnosa mengidap Autisme Spectrum Disorder. Pada bagian satu, bab 3, dari buku itu benar-benar membuat saya menangis dan hati saya sedih.
Selama 6 bulan pertama hidupnya (Agustus 2001 - Februari 2002), Joey memperoleh 3 kali suntikan vaksin Hepatitis B, dan 3 kali suntikan vaksin HiB. Menurut buku tersebut (halaman 54 - 55) ternyata dua macam vaksin yang diterima anak saya dalam 6 bulan pertama hidupnya itu positif mengandung zat pengawet Thimerosal, yang terdiri dari Etilmerkuri yang menjadi penyebab utama sindrom Autisme Spectrum Disorder yang meledak pada awal tahun 1990 an. Vaksin yang mengandung Thimerosal itu sudah dilarang di Amerika sejak akhir tahun 2001. Alangkah sedih hati saya, anak yang saya tunggu kehadirannya selama 6 tahun, dilahirkan dan divaksinasi di sebuah rumahsakit besar yang bagus, terkenal, dan mahal di Karawaci Tangerang, dengan harapan memperoleh treatment terbaik, ternyata malah "diracuni" oleh Mercuri dengan selubung vaksinasi. Beruntung saya masih bisa memberi ASI sampai sekarang, sehingga Joey tidak menderita Autisme yang parah. Tetapi tetap saja, sampai sekarang dia belum bicara, harus diet pantang gluten dan casein, harus terapi ABA, Okupasi, dan nampaknya harus dibarengi dengan diet supplemen yang keseluruhannya sangat besar biayanya.
Melalui informasi ini saya ingin menghimbau para dokter anak di Indonesia, para pejabat di Departemen Kesehatan, tolonglah baca buku "Children with Starving Brains" , dan tolong musnahkan semua vaksin yang masih mengandung Thimerosal (himbauan Ibu Lia Julianti-red). Jangan sampai (bukan tidak mungkin sudah terjadi) sisa stok yang tidak habis di Amerika Serikat tersebut di ekspor dengan harga murah ke Indonesia dan dikampanyekan sampai ke puskesmas-puskesmas seperti contohnya vaksin Hepatitis B, yang sekarang sedang giat-giatnya dikampanyekan sampai ke pedesaan.
Kepada para orang tua dan calon orang tua, marilah kita bersikap proaktif, dan assertif dengan menolak vaksin yang mengandung Thimerosal tersebut, cobalah bernegosiasi dengan dokter anak kita, minta vaksin Hepatitis B dan HiB yang tidak mengandung Thimerosal. Juga tolong informasi ini diteruskan kepada mereka yang akan menjadi orang tua, agar tidak mengalami nasib yang sama seperti saya. Sekali lagi, jangan sampai kita kehilangan satu generasi anak-anak penerus bangsa, apalagi jika mereka datang dari keluarga yang berpenghasilan rendah yang untuk makan saja sulit apalagi untuk membiayai biaya terapi supplemen, terapi ABA, Okupasi, dokter ahli Autisme (yang daftar tunggunya sampai berbulan-bulan), yang biayanya sampai jutaaan Rupiah per bulannya. Terakhir, mohon doanya untuk Joey dan ratusan, bahkan ribuan teman-teman senasibnya di Indonesia yang sekarang sedang berjuang membebaskan diri dari belenggu Autisme.
Semoga artikel sharing seorang ibu yang anaknya menderita autis di blog saya ini dapat memberikan informasi dan membuka mata siapa saja, terutama orangtua yang memiliki anak kecil. Semoga setiap orangtua yang anaknya menyandang autis tetap diberi ketabahan, kesabaran, kekuatan, hati yang lapang agar dapat terus melayani dan merawat buah hati dengan penuh cinta kasih, sebab anak adalah anugrah TUHAN YANG MAHA ESA yang paling berharga dalam kehidupan manusia, doa kami menyertai anda sekalian, Amien.
"Let's share with others.... Show them that WE care!"
Untuk ibu Lia J, jika anda sempat mengunjungi blog saya ini, tulisan share pengalaman ibu sudah saya tampilkan, semoga dapat menjadi informasi bagi banyak orang seperti yang ibu harapkan. Salam simpati saya untuk yang ibu alami, terimakasih.
http://andreysubiantoro.viviti.com/entries/kesehatan/vaksin-penyebab-autis

Tuna grahita/kelainan intelektual/kelainan mental

Tuna grahita/kelainan intelektual/kelainan mental

Perkembangan mental intelektual adalah perkembangan dalam hal berfikir simbolik, berfikir intuitif, berfikir praoperasional, dan perkembangan dalam hal mengolah informasi. Secara konkret perkembangan mental intelektual ini dapat kita lihat ketika anak memberikan nama kepada bonekanya, atau main lainnya, ketika anakbermain menjadi tokoh ibu atausiapapun yang diidolakannya, ketika anak mampu menggambarkan sesuatu yang ia bayangkan, ketika anak-anak menganggap mimpinya adalah sebagai sesuatu yang nyata, ketika anak menyimpulkan bahwa benda-benda matipun memiliki keinginan, perasaan dan pikiran seperti dirinya, dan bahkanketika anak sudahmampu mengklasifikan dan mengambil kesimpulan atas sesuatu konsep.
Menurut seorang tokoh psikologi perkembangan J. Piaget, perkembangan mental dimulai bersamaan dengan fungsi sensori motor, yaitu sejak usia 0 – 2 th. Dikatakan juga oleh beberapa pakar psikologi yang lain, bahwa keterkaitan kondisi fisik utamanya fungsi sensori motor dengan perkembangan mental, sungguh sangat besar. Asumsinya, dengan semakin bertambahnya kemampuan anak secara fisik, anak akan mengeksplorasi lingkungan dan menyerap informasi-infprmasi yang akan membantu perkembangan mental intelektualnya. Ada kecenderungan semakin cepat perkembangan fisik anak, kemampuan mental intelektualnyapun akan cepat berkembang.
Kelainan mental, adalah kondisi dimana seorang anak memiliki hambatan untuk dapat berfikir sebagaimana di atas tadi. Atau kalaupun mampu, maka kwalitas hasil berfikirkan jauh dari yang diharapkan. Ada tidaknya kelainan mental intelektual secara pasti ditunjukkan oleh hasil tes psikologi, utamanya tes inteligensi.
Dari tes tsb akan diperoleh gambaran, apakah seseorang memiliki taraf kecerdasan rata-rata ( 90 – 109), di bawah (39 – 89) atau di atasnya (140-169). Seseorang dikatakan memiliki penyimpangan intelektual jika memiliki angka kecerdasan di bawah rata-rata dan genius. Menurut Azwar ( l996), dari sejarah penyebabnya, kelainan mental terbagi atas 2 macam, yaitu lemah mental dan cacat mental. Penderita lemah mental biasanya tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan fisik, tidak mempunyai sejarah penyakit atau luka yang menyebabkan kerusakan mentalnya. Dengan kata lain kelemahan mental yang diderita tidak mempunyai dasar organik, namun seringkali didapati bahwa penderita memang mempunyai garis retardasi mental dalam keluarganya.
Adapun pada penderita cacat mental, kelainan ini disebabkan oleh terjadinya luka di otak, penyakit atau kecelakaan yang mengakibatkan pertumbuhan mentalnya tidak normal. Penyebab tersebut bisa terjadi sewaktu masih dalam kandungan, semasa masih kanak-kanak, bahkan setelah menjelang dewasa.
Secara gradasi dapat diketahui, bahwa kelainan mental cukup variatif yaitu sebagai berikut :
Moron : IQ : 50 –70
Imbesil IQ : 25 – 50
Idiot IQ : di bawah 25.
Menurut Telford dan Sawrey (dalam Azwar, l998), selain tingkat inteligensi, beberapa kriteria dalam identifikasi kelainan mental ini ditentukan juga oleh kriteria perilaku adaptif, kriteria kemampuan belajar, dan kriteria penyesuaian social.

http://rumah-optima.com/optima/index.php?option=com_content&view=article&id=52:identifikasi-anak-anak-khusus-pengantar-untuk-memahami-perkembangan-dan-perilakunya&catid=39:psikologi&Itemid=56

Terapi Bagi Individu dengan Autisme

Terapi Bagi Individu dengan Autisme
Bila ada pertanyaan mengenai terapi apa yang efektif? Maka jawaban atas pertanyaan ini sangat kompleks, bahkan para orang tua dari anak-anak dengan autisme pun merasa bingung ketika dihadapkan dengan banyaknya treatment dan proses pendidikan yang ditawarkan bagi anak mereka. Beberapa jenis terapi bersifat tradisional dan telah teruji dari waktu ke waktu sementara terapi lainnya mungkin baru saja muncul. Tidak seperti gangguan perkembangan lainnya, tidak banyak petunjuk treatment yang telah dipublikasikan apalagi prosedur yang standar dalam menangani autisme. Bagaimanapun juga para ahli sependapat bahwa terapi harus dimulai sejak awal dan harus diarahkan pada hambatan maupun keterlambatan yang secara umum dimiliki oleh setiap anak autis, misalnya; komunikasi dan persoalan-persolan perilaku. Treatment yang komprehensif umumnya meliputi; Terapi Wicara (Speech Therapy), Okupasi Terapi (Occupational Therapy) dan Applied Behavior Analisis (ABA) untuk mengubah serta memodifikasi perilaku.
Berikut ini adalah suatu uraian sederhana dari berbagai literatur yang ada dan ringkasan penjelasan yang tidak menyeluruh dari beberapa treatment yang diakui saat ini. Menjadi keharusan bagi orang tua untuk mencari tahu dan mengenali treatment yang dipilihnya langsung kepada orang-orang yang profesional dibidangnya. Sebagian dari teknik ini adalah program menyeluruh, sedang yang lain dirancang menuju target tertentu yang menjadi hambatan atau kesulitan para penyandangnya.
• Educational Treatment, meliputi tetapi tidak terbatas pada: Applied Behavior Analysis (ABA) yang prinsip-prinsipnya digunakan dalam penelitian Lovaas sehingga sering disamakan dengan Discrete Trial Training atau Intervensi Perilaku Intensif.
• Pendekatan developmental yang dikaitkan dengan pendidikan yang dikenal sebagai Floortime.
• TEACCH (Treatment and Education of Autistic and Related Communication – Handicapped Children).
• Biological Treatment, meliputi tetapi tidak terbatas pada: diet, pemberian vitamin dan pemberian obat-obatan untuk mengurangi perilaku-perilaku tertentu (agresivitas, hiperaktif, melukai diri sendiri, dsb.).
• Speech – Language Therapy (Terapi Wicara), meliputi tetapi tidak terbatas pada usaha penanganan gangguan asosiasi dan gangguan proses auditory/pendengaran.
• Komunikasi, peningkatan kemampuan komunikasi, seperti PECS (Picture Exchange Communication System), bahasa isyarat, strategi visual menggunakan gambar dalam berkomunikasi dan pendukung-pendukung komunikasi lainnya.
• Pelayanan Autisme Intensif, meliputi kerja team dari berbagai disiplin ilmu yang memberikan intervensi baik di rumah, sekolah maupun lngkungan sosial lainnya.
• Terapi yang bersifat Sensoris, meliputi tetapi tidak terbatas pada Occupational Therapy (OT), Sensory Integration Therapy (SI) dan Auditory Integration Training (AIT).
Dengan adanya berbagai jenis terapi yang dapat dipilih oleh orang tua, maka sangat penting bagi mereka untuk memilih salah satu jenis terapi yang dapat meningkatkan fungsionalitas anak dan mengurangi gangguan serta hambatan autisme. Sangat disayangkan masih minim data ilmiah yang mampu mendukung berbagai jenis terapi yang dapat dipilih orang tua di Indonesia saat ini. Fakta menyebutkan bahwa sangat sulit membuat suatu penelitian mengenai autisme. Sangat banyak variabel-variabel yang dimiliki anak, dari tingkat keparahan gangguannya hingga lingkungan sekitarnya dan belum lagi etika yang ada didalamnya untuk membuat suatu penelitian itu sungguh-sungguh terkontrol. Sangat tidak mungkin mengkontrol semua variabel yang ada sehingga data yang dihasilkan dari penelitian-penelitian sebelumnya mungkin secara statistik tidak akurat.
Tidak ada satupun jenis terapi yang berhasil bagi semua anak. Terapi harus disesuaikan dengan kebutuhan anak, berdasarkan pada potensinya, kekurangannya dan tentu saja sesuai dengan minat anak sendiri. Terapi harus dilakukan secara multidisiplin ilmu, misalnya menggunakan; okupasi terapi, terapi wicara dan terapi perilaku sebagai basisnya. Tenaga ahli yang menangani anak harus mampu mengarahkan pilihan-pilihan anda terhadap berbagai jenis terapi yang ada saat ini. Tidak ada jaminan apakah terapi yang dipilih oleh orang tua maupun keluarga sungguh-sungguh akan berjalan efektif. Namun demikian, tentukan salah satu jenis terapi dan laksanakan secara konsisten, bila tidak terlihat perubahan atau kemajuan yang nyata selama 3 bulan dapat melakukan perubahan terapi. Bimbingan dan arahan yang diberikan harus dilaksanakan oleh orang tua secara konsisten. Bila terlihat kemajuan yang signifikan selama 3 bulan maka bentuk intervensi lainnya dapat ditambahkan. Tetap bersikap obyektif dan tanyakan kepada para ahli bila terjadi perubahan-perubahan perilaku lainnya.
http://id.wikipedia.org/wiki/Autisme#Diagnosa_Autisme_Sesuai_DSM_IV

Tanda-tanda Symdrome Down

Tanda-tanda Symdrome Down

Sindroma Down adalah suatu kondisi di mana materi genetik tambahan menyebabkan keterlambatan perkembangan anak, dan kadang mengacu pada retardasi mental. Orang dengan Sindroma Down memiliki kelainan pada kromosom nomor 21 yang tidak terdiri dari 2 kromosom sebagaimana mestinya, melainkan tiga kromosom (trisomi 21) sehingga informasi genetika menjadi terganggu dan anak juga mengalami penyimpangan fisik, seperti kepala belakang pipih dan kanal dalam telinga sempit.
Sindroma ini diberi nama berdasarkan nama penemunya, yaitu John Langdon Down dari Inggris pada tahun 1866. Sindroma Down akan memiliki gejala-gejala sebagai berikut:
1. Tegangan ototnya lemah, khususnya pada saat lahir
2. Bentuk tulang tengkorak asimetris, artinya akan ada penonjolan pada bagian tubuh tertentu yang mengakibatkan tidak simetris tubuh anak tersebut.
3. Bagian belakang kepala datar, pada anak normal bagian belakang kepala agak menonjol. Hal tersebut merupakan pertumbuhan otak manusia.
4. Terdapat lesi pada iris mata yang disebut bintik Brushfield.
5. Kepala lebih kecil daripada normal (mikrosefalus) dan bentuknya abnormal, anak dengan sindrom ini akan mengalami penyusutan ukuran kepala yang diakibatkan tidak berkembangnya otak sehingga kepala menyusut dan bentuknya pun menjadi aneh atau abnormal.
6. Rambut tipis, merah, dan rontok, hal tersebut terjadi karena rambut tidak mendapatkan nutrisi dalam perkembangaannya.
7. Pada sudut mata sebelah dalam terdapat lipatan kulit yang berbentuk bundar (disebut lipatan epikantus), mata juling sehingga pandangan menjadi tidak fokus atau tidak dapat melihat dengan normal.
8. Mengalami gangguan bicara karena gangguan konstruksi rahang dan mulut, lidah panjang, pada umumnya anak yang mengalami gangguan akan menghadapi kendala dalam hal berbicara dikarenakan tidak berkembangnya bagian otak tertentu yang mengatur kemampuan berbicara.
9. Tangan pendek dan lebar dengan jari-jari tangan yang pendek dan seringkali hanya memiliki 1 garis tangan pada telapak tangannya.
10. Gangguan pendengaran, telinga kecil dan terletak lebih rendah, kadang terdapat infeksi telinga, umumnya disertai dengan gangguan pendengaran sehingga anak tersebut tidak dapat menerima Informasi dari luar.
11. Di antara jari kaki pertama dan kedua terdapat celah yang cukup lebar.
12. Mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan, anak dengan sindrom down akan mengalami pertumbuhan yang sangat lambat sehingga dibutuhkan penanganan yang ekstra keras dalam merawatnya.
13. Keterbelakangan mental (tingkat kecerdasan di bawah normal), karena otaknya tidak dapat berkembang secara normal maka anak tersebut akan mengalami keterbelakangan mental sehingga memperparah keadaannya.
14. Kadang diikuti dengan menderita kelainan bawaan, seperti gangguan jantung, leukemia, Alzheimer, atresia esofagus (penyumbatan kerongkongan), dan atresia duodenum (penyumbatan usus 12 jari).
15. Kadang juga menderita beberapa gangguan kesehatan lain, seperti gangguan tiroid, gangguan saluran pencernaan, kejang, obesitas, dan kerentanan terhadap infeksi.

SUMBER STRESS

SUMBER STRESS
Sumber stress dapat digolongkan dalam bentuk-bentuk:
1. Krisis
Krisis adalah perubahan/peristiwa yang timbul mendadak dan menggoncangkan keseimbangan seseorang diluar jangkauan daya penyesuaian sehari-hari. Misalnya: krisis di bidang usaha, hubungan keluarga dan sebagainya.
2. Frutrasi
Frustrasi adaah kegagalan dalam usaha pemuasan kebutuhan-kebutuhan/dorongan naluri, sehingga timbul kekecewaan. Frutrasi timbul bila niat atau usaha seseorang terhalang oleh rintangan-rintangan (dari luar: kelaparan, kemarau, kematian, dan sebagainya dan dari dalam: lelah, cacat mental, rasa rendah diri dan sebagainya) yang menghambat kemajuan suatu cita-cita yang hendak dicapainya.
3. Konflik
Konflik adalah pertentangan antara 2 keinginan/dorongan yaitu antara kekuatan dorongan naluri dan kekuatan yang mengenalikan dorongan-dorongan naluri tersebut.
4. Tekanan
Stress dapat ditimbulkan tekanan yang berhubungan dengan tanggung jawab yang besar yang harus ditanggungnya. (Dari dalam diri sendiri: cita-cita, kepala keluarga, dan sebagainya dan dari luar: istri yang terlalu menuntut, orangtua yang menginginkan anaknya berprestasi).

Stres dan Penanggulangannya

Stres dan Penanggulangannya

Hidup manusia ditandai oleh usaha-usaha pemenuhan kebutuhan, baik fisik, mental-emosional, material maupun spiritual. Bila kebutuhan dapat dipenuhi dengan baik, berarti tercapai keseimbangan dan kepuasan. Tetapi pada kenyataannya seringkali usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut mendapat banyak rintangan dan hambatan.
Tekanan-tekanan dan kesulitan-kesulitan hidup ini sering membawa manusia berada dalam keadaan stress. Stress dapat dialami oleh segala lapisan umur.
Stress dapat bersifat fisik, biologis dan psikologis. Kuman-kuman penyakit yang menyerang tubuh manusia menimbulkan stress biologis yang menimbulkan berbagai reaksi pertahanan tubuh. Sedangkan stress psikologis dapat bersumber dari beberapa hal yang dapat menimbulkan gangguan rasa sejahtera dan keseimbangan hidup.
AKIBAT STRESS
Akibat stress tergantung dari reaksi seseorang terhadap stress. Umumnya stress yang berlarut-larut menimbulkan perasaan cemas, takut, tertekan, kehilangan rasa aman, harga diri terancam, gelisah, keluar keringat dingin, jantung sering berdebar-debar, pusing, sulit atau suka makan dan sulit tidur). Kecemasan yang berat dan berlangsung lama akan menurunkan kemampuan dan efisiensi seseorang dalam menjalankan fungsi-fungsi hidupnya dan pada akhirnya dapat menimbulkan berbagai macam gangguan jiwa.
REAKSI TERHADAP STRESS
Reaksi seseorang terhadap stress berbeda-beda tergantung dari:
1. Tingkat kedewasaan kepribadian
2. Pendidikan dan pengalaman hidup seseorang
Reaksi psikologis yang mungkin timbul dalam menghadapi stress:
1. menghadapi langsung dengan segala resikonya.
2. menarik diri dan tak tahu menahu tentang persoalan yang dihadapinya/lari dari kenyataan.
3. menggunakan mekanisme pertahanan diri.

Prevalensi Individu dengan autisme

Prevalensi Individu dengan autisme
Diperkirakan terdapat 400.000 individu dengan autisme di Amerika Serikat. Sejak tahun 80 – an, bayi-bayi yang lahir di California – AS, diambil darahnya dan disimpan di pusat penelitian Autisme. Penelitian dilakukan oleh Terry Phillips, seorang pakar kedokteran saraf dari Universitas George Washington. Dari 250 contoh darah yang diambil, ternyata hasilnya mencengangkan; seperempat dari anak-anak tersebut menunjukkan gejala autis. National Information Center for Children and Youth with Disabilities (NICHCY) memperkirakan bahwa autisme dan PDD pada tahun 2000 mendekati 50 – 100 per 10.000 kelahiran. Penelitian Frombonne (Study Frombonne: 2003) menghasilkan prevalensi dari autisme beserta spektrumnya (Autism Spectrum Disorder/ASD) adalah: 60/10.000 – best current estimate dan terdapat 425.000 penyandang ASD yang berusia dibawah 18 tahun di Amerika Serikat. Di Inggris, data terbaru adalah: 62.6/10.000 ASD. Autisme secara umum telah diketahui terjadi empat kali lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan yang terjadi pada anak perempuan. Hingga saat ini penyebabnya belum diketahui secara pasti. Saat ini para ahli terus mengembangkan penelitian mereka untuk mengetahui sebabnya sehingga mereka pun dapat menemukan ‘obat’ yang tepat untuk mengatasi fenomena ini. Bidang-bidang yang menjadi fokus utama dalam penelitian para ahli, meliputi; kerusakan secara neurologis dan ketidakseimbangan dalam otak yang bersifat biokimia. Dr. Ron Leaf saat melakukan seminar di Singapura pada tanggal 26 – 27 Maret 2004, menyebutkan beberapa faktor penyebab autisme, yaitu:
• Genetic susceptibility – different genes may be responsible in different families
• Chromosome 7 – speech / language chromosome
• Variety of problems in pregnancy at birth or even after birth
Meskipun para ahli dan praktisi di bidang autisme tidak selamanya dapat menyetujui atau bahkan sependapat dengan penyebab-penyebab di atas. Hal terpenting yang perlu dicatat melalui hasil penelitian-penelitian terdahulu adalah bahwa gangguan autisme tidak disebabkan oleh faktor-faktor yang bersifat psikologis, misalnya karena orang tua tidak menginginkan anak ketika hamil.
Bagaimana di Indonesia? Belum ditemukan data yang akurat mengenai keadaan yang sesungguhnya di Indonesia, namun dalam suatu wawancara di Koran Kompas; Dr. Melly Budhiman, seorang Psikiater Anak dan Ketua dari Yayasan Autisme Indonesia menyebutkan adanya peningkatan yang luar biasa. “Bila sepuluh tahun yang lalu jumlah penyandang autisme diperkirakan satu per 5.000 anak, sekarang meningkat menjadi satu per 500 anak” (Kompas: 2000). Tahun 2000 yang lalu, Dr. Ika Widyawati; staf bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia memperkirakan terdapat kurang lebih 6.900 anak penyandang autisme di Indonesia. Jumlah tersebut menurutnya setiap tahun terus meningkat. Hal ini sungguh patut diwaspadai karena jika penduduk di Indonesia saat ini mencapai lebih dari 160 juta, kira-kira berapa orang yang terdata sungguh-sungguh menyandang austime beserta spektrumnya?

Perkembangan Penelitian Autisme

Perkembangan Penelitian Autisme
Tahun 1960 penanganan anak dengan autisme secara umum didasarkan pada model psikodinamika, menawarkan harapan akan pemulihan melalui experiential manipulations (Rimland, 1964). Namun demikian model psikodinamika dianggap tidak cukup efektif. Pada pertengahan tahun 1960-an, terdapat sejumlah laporan penelitian bahwa pelaku psikodinamik tidak dapat memberikan apa yang mereka janjikan (Lovaas, 1987). Melalui berbagai literatur, dapat disebutkan beberapa ahli yang memiliki perbedaan filosofis, variasi-variasi treatment dan target-target khusus lainnya, seperti:
• Rimland (1964): Meneliti karakteristik orang tua yang memiliki anak dengan autisme, seperti: pekerja keras, pintar, obsesif, rutin dan detail. Ia juga meneliti penyebab autisme yang menurutnya mengarah pada faktor biologis.
• Bettelheim (1967): Ide penyebab autisme adalah adanya penolakan dari orang tua. Infantile Autism disebabkan harapan orang tua untuk tidak memiliki anak, karena pada saat itu psikoterapi yang sangat berpengaruh, maka ia menginstitusionalkan 46 anak dengan autistime untuk keluar dari stress berat. Namun tidak dilaporkan secara detail kelanjutan dari hasil pekerjaannya tersebut.
• Delacato (1974): Autisme disebabkan oleh Brain injured. Sebagai seorang Fisioterapi maka Delacato memberikan treatment yang bersifat sensoris. Pengaruh ini kemudian berkembang pada Doman yang dikemudian hari mengembangkan metode Gleen Doman.
• Lovaas (1987): Mengaplikasikan teori Skinne dan menerapkan Behavior Modification kepada anak-anak berkebutuhan khusus, termasuk anak dengan autistisme di dalamnya. Ia membuat program-program intervensi bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang dilakukannya di UCLA. Dari hasil program-program Lovaas, anak-anak dengan autisme mendapatkan program modifikasi perilaku yang kemudian berkembang secara professional dalam jurnal-jurnal psikologi.
Hingga saat ini terdapat banyak program intervensi perilaku bagi anak dengan autisme, setiap program memiliki berbagai variasi dan pengembangan-pengembangan sendiri sesuai dengan penelitian-penelitan dilakukan. Perkembangan studi mengenai autisme kemudian disampaikan oleh Rogers, Sally J., sebagaimana disebutkan di bawah ini:
• 1960s Heavy emphasis on causes of autism, correlates of autism
• 1970s Heavy emphasis on assessment, diagnosis: emerging literature on treatment
• 1980s Heavy emphasis on functional assessment and treatment, school-based services
• 1990s Heavy emphasis on social interventions, assessment, school-based services
• 2000s Litigation, school-based services

Penyebab Autisme ?

Penyebab Autisme ?

Autisme, sebuah penyakit yang satu abad yang lalu hampir tidak terdengar sama sekali, kini sudah hampir menjadi sesuatu yang normal. Perkembangan autisme terutama makin melejit di beberapa dekade terakhir, seperti yang dapat dilihat pada grafik di sebelah kanan.
Ketika sudah terlanjur, Autisme bisa sangat sulit untuk dikendalikan, apalagi untuk disembuhkan. Jika kita mengetahui berbagai potensi penyebabnya, maka mudah-mudahan kita bisa mengatur agar anak kita terhindar dari itu semua. “Mencegah lebih baik daripada mengobati”, kata pepatah. Dan untuk kasus Autisme, dimana di Amerika saja perawatannya memakan biaya US$ 35 milyar per tahun, pepatah ini sangat telak mengenai sasaran.
Penyebab pasti autisme belum diketahui sampai saat ini. Kemungkinan besar, ada banyak penyebab autisme, bukan hanya satu.
Dahulu sempat diduga bahwa autisme disebabkan karena cacat genetik. Namun cacat genetika tidak mungkin terjadi dalam skala demikian besar dan dalam waktu demikian singkat. Karena itu kemudian para peneliti sepakat bahwa ada banyak kemungkinan penyebab autisme lainnya.
Berbagai hal yang dicurigai berpotensi untuk menyebabkan autisme :
1. Vaksin yang mengandung Thimerosal : Thimerosal adalah zat pengawet yang digunakan di berbagai vaksin. Karena banyaknya kritikan, kini sudah banyak vaksin yang tidak lagi menggunakan Thimerosal di negara maju. Namun, entah bagaimana halnya di negara berkembang …
2. Televisi : Semakin maju suatu negara, biasanya interaksi antara anak - orang tua semakin berkurang karena berbagai hal. Sebagai kompensasinya, seringkali TV digunakan sebagai penghibur anak. Ternyata ada kemungkinan bahwa TV bisa menjadi penyebab autisme pada anak, terutama yang menjadi jarang bersosialisasi karenanya.
Dampak TV tidak dapat dipungkiri memang sangat dahsyat, tidak hanya kepada perorangan, namun bahkan kepada masyarakat dan/atau negara. Contoh paling nyata adalah kasus pada negara terpencil Bhutan - begitu mereka mengizinkan TV di negara mereka, jumlah dan jenis kejahatan meningkat dengan drastis.
Bisa kita bayangkan sendiri apa dampaknya kepada anak-anak kita yang masih polos. Hiperaktif ? ADHD ? Autisme ? Sebuah penelitian akhirnya kini telah mengakui kemungkinan tersebut.
3. Genetik : Ini adalah dugaan awal dari penyebab autisme; autisme telah lama diketahui bisa diturunkan dari orang tua kepada anak-anaknya.
Namun tidak itu saja, juga ada kemungkinan variasi-variasi lainnya. Salah satu contohnya adalah bagaimana anak-anak yang lahir dari ayah yang berusia lanjut memiliki kans lebih besar untuk menderita autisme. (walaupun sang ayah normal / bukan autis)
4. Makanan : Pada tahun 1970-an, Dr. Feingold dan kolega-koleganya menyaksikan peningkatan kasus ADHD dalam skala yang sangat besar. Sebagai seseorang yang pernah hidup di era 20 / 30-an, dia masih ingat bagaimana ADHD nyaris tidak ada sama sekali di zaman tersebut.
Dr. Feingold kebetulan telah mulai mengobati beberapa kasus kelainan mental sejak tahun 1940 dengan memberlakukan diet khusus kepada pasiennya, dengan hasil yang jelas dan cenderung dalam waktu yang singkat.
Terapi diet tersebut kemudian dikenal dengan nama The Feingold Program.
Pada intinya, berbagai zat kimia yang ada di makanan modern (pengawet, pewarna, dll) dicurigai menjadi penyebab dari autisme pada beberapa kasus. Ketika zat-zat tersebut dihilangkan dari makanan para penderita autisme, banyak yang kemudian mengalami peningkatan situasi secara drastis.
Dr. Feingold membayar penemuannya ini dengan cukup mahal. Sekitar tahun 1970-an, beliau dikhianati oleh The Nutrition Foundation, dimana Coca cola, Kraft foods, dll adalah anggotanya. Beliau tiba-tiba diasingkan oleh AMA, dan ditolak untuk menjadi pembicara dimana-mana.
Syukurlah kemudian berbagai buku beliau bisa terbit, dan hari ini kita jadi bisa tahu berbagai temuan-temuannya seputar bahaya makanan modern.
5. Radiasi pada janin bayi : Sebuah riset dalam skala besar di Swedia menunjukkan bahwa bayi yang terkena gelombang Ultrasonic berlebihan akan cenderung menjadi kidal.
Dengan makin banyaknya radiasi di sekitar kita, ada kemungkinan radiasi juga berperan menyebabkan autisme. Tapi bagaimana menghindarinya, saya juga kurang tahu. Yang sudah jelas mudah untuk dihindari adalah USG - hindari jika tidak perlu.
6. Folic Acid : Zat ini biasa diberikan kepada wanita hamil untuk mencegah cacat fisik pada janin. Dan hasilnya memang cukup nyata, tingkat cacat pada janin turun sampai sebesar 30%. Namun di lain pihak, tingkat autisme jadi meningkat.
Pada saat ini penelitian masih terus berlanjut mengenai ini. Sementara ini, yang mungkin bisa dilakukan oleh para ibu hamil adalah tetap mengkonsumsi folic acid - namun tidak dalam dosis yang sangat besar (normalnya wanita hamil diberikan dosis folic acid 4x lipat dari dosis normal).
Atau yang lebih baik - perbanyak makan buah-buahan yang kaya dengan folic acid, karena alam bisa mencegah tanpa menyebabkan efek samping :
Nature is more precise; that’s why all man-made drugs have side effects
7. Sekolah lebih awal : Agak mengejutkan, namun ada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa menyekolahkan anak lebih awal (pre school) dapat memicu reaksi autisme.
Diperkirakan, bayi yang memiliki bakat autisme sebetulnya bisa sembuh / membaik dengan berada dalam lingkupan orang tuanya. Namun, karena justru dipindahkan ke lingkungan asing yang berbeda (sekolah playgroup / preschool), maka beberapa anak jadi mengalami shock, dan bakat autismenya menjadi muncul dengan sangat jelas.
Untuk menghindari ini, para orang tua perlu memiliki kemampuan untuk mendeteksi bakat autisme pada anaknya secara dini. Jika ternyata ada terdeteksi, maka mungkin masa preschool-nya perlu dibimbing secara khusus oleh orang tua sendiri. Hal ini agar ketika masuk masa kanak-kanak maka gejala autismenya sudah hampir lenyap; dan sang anak jadi bisa menikmati masa kecilnya di sekolah dengan bahagia.
Dan mungkin saja masih ada banyak lagi berbagai potensi penyebab autisme yang akan ditemukan di masa depan, sejalan dengan terus berkembangnya pengetahuan di bidang ini.
Secara ringkas; gaya hidup modern memang sangat besar kontribusinya terhadap peningkatan kasus autisme. Salah satu bukti yang paling nyata adalah nyaris tidak adanya kasus autisme di masyarakat Amish.
NOTE : Artikel ini hanya bertujuan untuk mengenalkan Anda kepada berbagai potensi penyebab autisme.
Berbagai artikel yang membahas topik ini cenderung sangat sulit untuk dipahami karena menggunakan bahasa medis / akademis. Karena itu, artikel ini bertujuan untuk menjelaskannya dalam bahasa sehari-hari yang mudah dimengerti.
Sehingga selanjutnya diharapkan akan memudahkan para (calon) orang tua untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang soal ini.
Sumber : Dari berbagai sumber

PENANGGULANGAN STRESS

PENANGGULANGAN STRESS
• Mengenal dan menyadari sumber-sumber stress.
• Membina kedewasaan kepribadian melalui pendidikan dan pengalaman hidup.
• Mengembangan hidup sehat. Antara lain dengan cara: merasa cukup dengan apa yang dimilikinya, tidak tergesa-gesa ingin mencapai keinginannya, menyadari perbedaan antara keinginan dan kebutuhan, dan sebagain
• ya.
• Mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk segala sesuatu yang terjadi dengan tetap beriman kepadaNYa.
• Minta bimbingan kepada sahabat dekat, orang-orang yang lebih dewasa, psikolog, orang yang dewasa rohaninya, dan sebagainya).
Hindarkan sikap-sikap negatif antara lain: memberontak terhadap keadaan, sikap apatis, marah-marah. Hal-hal tersebut tidak menyelesaikan masalah tetapi justru membuka masalah baru

Penanganan Autisme di Indonesia

Penanganan Autisme di Indonesia
Intensitas dari treatment perilaku pada anak dengan autisme merupakan hal penting, namun persoalan-persoalan mendasar yang ditemui di Indonesia menjadi sangat krusial untuk diatasi lebih dahulu. Tanpa mengabaikan faktor-faktor lain, beberapa fakta yang dianggap relevan dengan persoalan penanganan masalah autisme di Indonesia diantaranya adalah:
1. viking & bonek layak masuk ke terapi autis.
1. Kurangnya tenaga terapis yang terlatih di Indonesia. Orang tua selalu menjadi pelopor dalam proses intervensi sehingga pada awalnya pusat-pusat intervensi bagi anak dengan autisme dibangun berdasarkan kepentingan keluarga untuk menjamin kelangsungan pendidikan anak mereka sendiri.
2. Belum adanya petunjuk treatment yang formal di Indonesia. Tidak cukup dengan hanya mengimplementasikan petunjuk teatment dari luar yang penerapannya tidak selalu sesuai dengan kultur kehidupan anak-anak Indonesia.
3. Masih banyak kasus-kasus autisme yang tidak di deteksi secara dini sehingga ketika anak menjadi semakin besar maka semakin kompleks pula persoalan intervensi yang dihadapi orang tua. Para ahli yang mampu mendiagnosa autisme, informasi mengenai gangguan dan karakteristik autisme serta lembaga-lembaga formal yang memberikan layanan pendidikan bagi anak dengan autisme belum tersebar secara merata di seluruh wilayah di Indonesia.
4. Belum terpadunya penyelenggaraan pendidikan bagi anak dengan autisme di sekolah. Dalam Pasal 4 UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah diamanatkan pendidikan yang demokratis dan tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, dukungan ini membuka peluang yang besar bagi para penyandang autisme untuk masuk dalam sekolah-sekolah umum (inklusi) karena hampir 500 sekolah negeri telah diarahkan oleh pemerintah untuk menyelenggarakan inklusi.
Permasalahan akhir yang tidak kalah pentingnya adalah minimnya pengetahuan baik secara klinis maupun praktis yang didukung dengan validitas data secara empirik (Empirically Validated Treatments/EVT) dari penanganan-penanganan masalah autisme di Indonesia. Studi dan penelitian autisme selain membutuhkan dana yang besar juga harus didukung oleh validitas data empirik, namun secara etis tentunya tidak ada orang tua yang menginginkan anak mereka menjadi percobaan dari suatu metodologi tertentu. Kepastian dan jaminan bagi proses pendidikan anak merupakan pertimbangan utama bagi orang tua dalam memilih salah satu jenis treatment bagi anak mereka sehingga bila keraguan ini dapat dijawab melalui otoritas-otoritas ilmiah maka semakin terbuka informasi bagi masyarakat luas mengenai pengetahuan-pengetahuan baik yang bersifat klinis maupun praktis dalam proses penanganan masalah autisme di Indonesia

Mengenal Schizophrenia

Mengenal Schizophrenia

Meskipun definisi yang pasti tentang Schizophrenia selalu menjadi perdebatan para ahli, terdapat indikasi yang semakin nyata bahwa Schizophrenia adalah sebuah gangguan yang terjadi pada fungsi otak. Dalam buku The Broken Brain : The Biological Revolution in Psychiatry yang ditulis oleh Dr. Nancy Andreasen, dikatakan bahwa bukti-bukti terkini tentang serangan Schizophrenia merupakan suatu hal yang melibatkan banyak sekali faktor. Faktor-faktor itu meliputi perubahan struktur fisik otak, perubahan struktur kimia otak, dan faktor genetik.
Di dalam otak terdapat milyaran sambungan sel. Setiap sambungan sel menjadi tempat untuk meneruskan maupun menerima pesan dari sambungan sel yang lain. Sambungan sel tersebut melepaskan zat kimia yang disebut neurotransmitters yang membawa pesan dari ujung sambungan sel yang satu ke ujung sambungan sel yang lain. Di dalam otak yang terserang schizophrenia, terdapat kesalahan atau kerusakan pada sistem komunikasi tersebut.
Bagi keluarga dengan penderita schizophrenia di dalamnya, akan mengerti dengan jelas apa yang dialami penderita schizophrenia dengan membandingkan otak dengan telepon. Pada orang yang normal, sistem switch pada otak bekerja dengan normal. Sinyal-sinyal persepsi yang datang dikirim kembali dengan sempurna tanpa ada gangguan sehingga menghasilkan perasaan, pemikiran, dan akhirnya melakukan tindakan sesuai kebutuhan saat itu. Pada otak penderita schizophrenia, sinyal-sinyal yang dikirim mengalami gangguan sehingga tidak berhasil mencapai sambungan sel yang dituju.
Schizophrenia terbentuk secara bertahap dimana keluarga maupun penderita tidak menyadari ada sesuatu yang tidak beres dalam otaknya dalam kurun waktu yang lama. Kerusakan yang perlahan-lahan ini yang akhirnya menjadi schizophrenia yang tersembunyi dan berbahaya. Gejala yang timbul secara perlahan-lahan ini bisa saja menjadi schizophrenia akut. Periode schizophrenia akut adalah gangguan yang singkat dan kuat, yang meliputi halusinasi, penyesatan pikiran (delusi), dan kegagalan berpikir.
Kadang kala schizophrenia menyerang secara tiba-tiba. Perubahan perilaku yang sangat dramatis terjadi dalam beberapa hari atau minggu. Serangan yang mendadak selalu memicu terjadinya periode akut secara cepat. Beberapa penderita mengalami gangguan seumur hidup, tapi banyak juga yang bisa kembali hidup secara normal dalam periode akut tersebut. Kebanyakan didapati bahwa mereka dikucilkan, menderita depresi yang hebat, dan tidak dapat berfungsi sebagaimana layaknya orang normal dalam lingkungannya.
Dalam beberapa kasus, serangan dapat meningkat menjadi apa yang disebut schizophrenia kronis. Penderita menjadi buas, kehilangan karakter sebagai manusia dalam kehidupan sosial, tidak memiliki motivasi sama sekali, depresi, dan tidak memiliki kepekaan tentang perasaannya sendiri.
Para Psikiater membedakan gejala serangan schizophrenia menjadi 2, yaitu gejala positif dan negatif.

Mengenal Autisme

Mengenal Autisme

Banyak sekali definisi yang beredar tentang apa itu Autisme. Tetapi secara garis besar, Autisme, adalah gangguan perkembangan khususnya terjadi pada masa anak-anak, yang membuat seseorang tidak mampu mengadakan interaksi sosial dan seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri. Pada anak-anak biasa disebut dengan Autisme Infantil.
Schizophrenia juga merupakan gangguan yang membuat seseorang menarik diri dari dunia luar dan menciptakan dunia fantasinya sendiri : berbicara, tertawa, menangis, dan marah-marah sendiri.
Tetapi ada perbedaan yang jelas antara penyebab dari Autisme pada penderita Schizophrenia dan penyandang autisme infantil. Schizophrenia disebabkan oleh proses regresi karena penyakit jiwa, sedangkan pada anak-anak penyandang autisme infantil terdapat kegagalan perkembangan.
Gejala autisme infantil timbul sebelum anak mencapai usia 3 tahun. Pada sebagian anak, gejala-gejala itu sudah ada sejak lahir. Seorang Ibu yang sangat cermat memantau perkembangan anaknya sudah akan melihat beberapa keganjilan sebelum anaknya mencapai usia 1 tahun. Yang sangat menonjol adalah tidak adanya atau sangat kurangnya tatap mata.
Untuk memeriksa apakah seorang anak menderita autis atau tidak, digunakan standar internasional tentang autisme. ICD-10 (International Classification of Diseases) 1993 dan DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual) 1994 merumuskan kriteria diagnosis untuk Autisme Infantil yang isinya sama, yang saat ini dipakai di seluruh dunia. Kriteria tersebut adalah :
Harus ada sedikitnya 6 gejala dari (1), (2), dan (3), dengan minimal 2 gejala dari (1) dan masing-masing 1 gejala dari (2) dan (3).
(1) Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik. Minimal harus ada 2 dari gejala di bawah ini :
• Tak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai : kontak mata sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak gerik kurang tertuju
• Tidak bisa bermain dengan teman sebaya
• Tak ada empati (tak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain)
• Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional yang timbal balik
(2) Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi. Minimal harus ada 1 dari gejala di bawah ini :
• Perkembangan bicara terlambat atau sama sekali tak berkembang. Anak tidak berusaha untuk berkomunikasi secara non-verbal
• Bila anak bisa bicara, maka bicaranya tidak dipakai untuk berkomunikasi
• Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang
• Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif, dan kurang dapat meniru
(3) Adanya suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku, minat, dan kegiatan. Minimal harus ada 1 dari gejala di bawah ini :
• Mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan berlebihan
• Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tidak ada gunanya
• Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang
• Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian benda
Sebelum umur 3 tahun tampak adanya keterlambatan atau gangguan dalam bidang (1) interaksi sosial, (2) bicara dan berbahasa, dan (3) cara bermain yang monoton, kurang variatif.
Bukan disebabkan oleh Sindroma Rett atau Gangguan Disintegratif Masa Kanak.
Namun kemungkinan kesalahan diagnosis selalu ada, terutama pada autisme ringan. Hal ini biasanya disebabkan karena adanya gangguan atau penyakit lain yang menyertai gangguan autis yang ada, seperti retardasi mental yang berat atau hiperaktivitas.
Autisme memiliki kemungkinan untuk dapat disembuhkan, tergantung dari berat tidaknya gangguan yang ada. Berdasarkan kabar terakhir, di Indonesia ada 2 penyandang autis yang berhasil disembuhkan, dan kini dapat hidup dengan normal dan berprestasi. Di Amerika, di mana penyandang autisme ditangani secara lebih serius, persentase kesembuhan lebih besar.
http://www.angelfire.com/mt/matrixs/psikologi.htm#Mengenal%20Autisme

Keterlambatan dan Kelainan bahasa

Keterlambatan dan Kelainan bahasa

Menurut para pakar, perkembangan fungsi berbahasa merupakan proses paling kompleks diantara seluruh fase perkembangan (Hardiono Pusponegoro, 2003). Fungsi berbahasa seringkali menjadi indikator paling baik dari ada tidaknya gangguan perkembangan intelek. Bersama-sama dengan perkembangan sensori motorik, perkembangan fungsi bahasa akan menjadi fungsi perkembangan sosial.
Perkembangan bahasa memerlukan fungsi reseptif dan ekspresif. Fungsi reseptif adalah kemampuan anak untuk mengenal dan bereaksi terhadap seseorang, terhadap kejadian lingkungan sekitarnya, mengerti maksud mimik dan nada suaru dan akhirnya mengerti kata-kata. Fungsi ekspresif adalah kemampuan anak untuk mengutarakan pikirnnya, dimulai dari komunikasi preverbal (sebelum anak dapat berbicara), komunikasi dengan ekspresi wajah, gerakan tubuh dan akhirnya dengan menggunakan kata-kata. Kemungkinan adanya kesulitan berbahasa harus difikirkan bila seorang anak terlambat mencapai tahapan unit bahasa yang sesuai untuk umurnya. Unit bahasa tersebut dapat berupa suara, kata, dan kalimat. Selanjutnya fungsi berbahasa diatur pula oleh aturan tata bahasa, yaitu bagaimana suara membentuk kata, kata membentuk kalimat yang benar dan seterusnya. Keterlambatan bicara terjadi pada 3-15% anak, dan merupakan kelainan perkembangan yang paling sering terjadi. Sebanyak 1% anak yang mengalami keterlambatan bicara, tetap tidak dapat bicara. Tiga puluh persen diantara anak yang mengalami keterlambatan ringan akan sembuh sendiri, tetapi 70% diantaranya akan mengalami kesulitan berbahasa, kurang pandai atau berbagai kesulitan belajar lainnya. Seorang anak mengalami keterlambatan perkembangan bahasa jika :
tidak mau tersenyum sosial sampai 10 minggu , tidak mengeluarkan suara sebagai jawaban pada usia 3 bulan
Tidak ada perhatian terhadap sekitar sampai usia 8 bulan
Tidak bicara sampai usia 15 bulan
Tidak mengucapkan 3-4 kata sampai usia 20 bulan
Penyebab gangguan bicara dan berbahasa ini antara lain karena :
• Sistim syaraf pusat ( otak ): termasuk ini adalah kelainan mental, autism, gangguan perhatian, serta kerusakan otak.
• Adanya gangguan pendengaran, gangguan penglihatan maupun kelainan organ bicara.
• Faktor emosi dan lingkungan : yaitu anak tidak mendapat rangsang yang cukup dari lingkungannya . Bilamana anak yang kurang mendapat stimulasi tersebut juga mengalami kurang makan atau child abuse, maka kelainan berbahasa dapat lebih berat karena penyebabnya bukan deprivasi semata-mata tetapi juga kelainan saraf karena kurang gizi atau child abus,. mutisme selektif, biasanya terlihat pada anak berumur 3-5 tahun, yaitu tidak mau bicara pada keadaan tertentu, misalnya di sekolah atau bila ada orang tertentu. Atau kadang-kadang ia hanya mau bicara pada orang tertentu, biasanya anak yang lebih tua. Keadaan ini lebih banyak dihubungkan dengan kelainan yang disebut sebagai neurosis atau gangguan motivasi.
• Kumulatif faktor di atas

http://rumah-optima.com/optima/index.php?option=com_content&view=article&id=52:identifikasi-anak-anak-khusus-pengantar-untuk-memahami-perkembangan-dan-perilakunya&catid=39:psikologi&Itemid=56

Kenali Autisme

Kenali Autisme
Anak-anak penyandang spektrum autisme biasanya memperlihatkan setidaknya setengah dari daftar tanda-tanda yang disebutkan di bawah ini. Gejala-gejala autisme dapat berkisar dari ringan hingga berat dan intensitasnya berbeda antara masing-masing individu.
Hubungi profesional yang ahli dalam perkembangan anak dan mendalami bidang autisme, jika anda mencurigai anak anda memperlihatkan setidaknya separuh dari gejala-gejala ini :
Sulit bersosialisasi dengan anak-anak lainnya

Tertawa atau tergelak tidak pada tempatnya

Tidak pernah atau jarang sekali kontak mata

Tidak peka terhadap rasa sakit

Lebih suka menyendiri; sifatnya agak menjauhkan diri.

Suka benda-benda yang berputar / memutarkan benda

Ketertarikan pada satu benda secara berlebihan

Hiperaktif/melakukan kegiatan fisik secara berlebihan atau
malah tidak melakukan apapun (terlalu pendiam)

Kesulitan dalam mengutarakan kebutuhannya; suka
menggunakan isyarat atau menunjuk dengan tangan
daripada kata-kata

Menuntut hal yang sama; menentang perubahan atas hal-hal yang
bersifat rutin

Tidak peduli bahaya

Menekuni permainan dengan cara aneh dalam waktu lama

Echolalia (mengulangi kata atau kalimat, tidak berbahasa biasa)

Tidak suka dipeluk (disayang) atau menyayangi

Tidak tanggap terhadap isyarat kata-kata; bersikap seperti orang tuli

Tidak berminat terhadap metode pengajaran yang biasa

Tentrums – suka mengamuk/memperlihatkan kesedihan tanpa alasan yang jelas

Kecakapan motorik kasar/motorik halus yang seimbang (seperti tidak mau menendang bola namun dapat menumpuk balok-balok)


Catatan : Daftar di atas bukan pengganti diagnosa. Hubungi profesional yang ahli untuk memperoleh diagnosa lengkap
Autis merupakan kelainan perilaku dimana penderita hanya tertarik pada aktivitas mentalnya sendiri (seperti melamun atau berkhayal). Gejala ini umumnya mulai terlihat ketika anak berumur tiga tahun.
Menurut buku Diagnosis and Statistical Manual of Mental Disorders-Fourth Edition (DSM-IV), gangguan autis dapat ditandai dengan tiga gejala utama, yaitu gangguan interaksi sosial, gangguan komunikasi, dan gangguan perilaku. Gangguan perilaku dapat berupa kurangnya interaksi sosial, penghindaran kontak mata, serta kesulitan dalam bahasa.?
Gangguan autis pada anak-anak memperlihatkan ketidakmampuan anak tersebut untuk berhubungan dengan orang lain atau bersikap acuh terhadap orang lain yang mencoba berkomunikasi dengannya. Mereka seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri, bermain sendiri, dan tidak mau berkumpul dengan orang lain. Namun, anak autis biasanya memiliki kelebihan atau keahlian tertentu, seperti pintar menggambar, berhitung atau matematika, musik, dan lain-lain.? ?
Penyebab autis sejauh ini belum diketahui dengan pasti, namun diduga kuat berkaitan dengan faktor keturunan, khususnya hubungan antara ibu dan janin selama masa kehamilan.
Terapi yang tepat untuk anak autis sangat bersifat individual. Untuk itu dibutuhkan seorang yang ahli dalam terapi autis untuk mengenali dan memberikan apa yang dibutuhkan oleh sang anak agar dapat tumbuh berkembang secara baik. Salah satu terapi yang digunakan adalah dengan meningkatkan kemampuan untuk berbagi (sharing) sehingga dapat mendorong mereka untuk lebih berinteraksi dengan lingkungannya.
Jika terjadi kelainan perilaku pada anak, sebaiknya langsung dikonsultasikan ke dokter. Hal tersebut bertujuan agar dokter secepatnya dapat memberikan tindakan pengobatan atau latihan khusus sejak dini terhadap anak yang mengalami keadaan tersebut.
sumber: info-sehat.com

Kelainan psikososial

Kelainan psikososial

Perkembangan psikososial adalah perkembangan yang berhubungan dengan pemahaman seorang individu atas situasi sosial di lingkungannya. Secara riil, psikososial ini meliputi bagaimana seseorang mengetahui apa yang dirasakan orang lain, bagaimana mengekspresikan perasaannya dengan cara yang dapat diterima oleh lingkungannya. Selain itu, psikososial juga berkaitan dengan kemampuan seorang anak melepaskan diri dari ibu atau orang penting didekatnya dan melakukan tugas-tugas yang diberikan secara mandiri. Pada saat yang bersamaan, perkembangan psikososial ini juga meliputi pemahaman seorang anak atas peraturan-peraturan yang ada di sekitarnya.
Dengan demikian yang dimaksud dengan kelainan psikososial adalah kelainan-kelainan yang berhubungan dengan fungsi emosi, dan perhatian terhadap sekitarnya. aya.
Beberapa penyimpangan atau kelainan perilaku yang muncul berkaitan dengan fungsi-fungsi ini antara lain adalah :
• Gangguan emosi, gangguan emosi tampak melalui perilaku ekstrim seperti terlalu agresif, terlalu menarik diri, berteriak, diam seribu bahasa, terlalu gembira atau terlalu sedih. Perilaku ekstrim ini muncul dalam tempo yang tidak sebentar dan dalam situasi yang tidak tepat. Masyarakat kadang-kadang membeei label pada mereka yang memiliki hambatan ini dengan sebutan “anak nakal” misalnya.
• Gangguan perhatian, gangguan perhatian tampak sebagai kesulitan seorang anak dalam memberikan perhatian terhadap objek disekitarnya, sekalipun dalam waktu tidak lama. Termasuk dalam kelainan ini adalah hiperaktif, sulit memusatkan perhatian (adhd) dan autism. Secara sekilas, penyandang gangguan ini dapat terlihat seperti anak dengan keterbelakangan mental, kelainan perilaku, gangguan pendengaran atau bahkan berperilaku aneh dan nyentrik. Yang lebih menyulitkan lagi adalah semua gejala tersebut diatas dapat timbul secara bersamaan, sehingga dapat dikatakan bahwa anak-anak yang memiliki gangguan perhatian ini termasuk memiliki gangguan yang kompleks. Untuk memastikan apakah seorang anak memiliki gangguan perhatian ini, utamanya autism, perlu dilakukan oleh dokter, psikolog, terapis, guru dan utamanya keterangan orang tua, mengenai sejarah perkembangannya.

Deteksi kelainan perkembangan dapat dilakukan oleh orang tua sejak dini. Semakin cepat orang tua menemukan kelainan-kelainan pada anaknya akan semakin baik dan mudah penanganannya. Sebagaimana dikatakan para pakar bahwa ada tidaknya perubahan kwalitas perkembangan anak sedikit banyak adalah hasil dari pembiasaan yang diterapkan oleh orang tuanya. Seorang anak yang terbiasa mendapati lingkungan yang menyenangkan (hawa udara, cahaya, suara) dan tidak mengalami hal-hal yang menakutkan atau serba tidak menentu akan cenderung menumbuhkan perasaan mempercayai sesuatu. Sebaliknya, jika seorang anak dibesarkan oleh kebiasaan yang tidak menyenangkan, ia akan tumbuh menjadi anak yang mudah curiga atau tidak mempercayai sesuatu, dingin dan acuh tak acuh . Bahkan diduga, mereka yang tidak mendapatkan hal-hal yang menyenangkan akan tumbuh menjadi pribadi yang tidak memiliki belas kasih.
H.Erikson (dalam Gunarsa, l980), mengatakan bahwa kuncinya adalah pada fungsi pengindraan sebagai alat pertama untuk melakukan hubungan dan pengalaman sosial yang pada muaranya mempengaruhi reaksi dan sikap seseorang di kemudian hari. Karena anak atau bayi paling sering memperoleh makanan melalui mulut, maka ia berhadapan pertama kali dengan lingkungan sosialnya melalui mulut. Anak akan merasakan hubungan-2 sosial yang pertama ini melalui hal-hal yang kualitatis daripada hal-hal yang kuantitatif, seperti seringnya memperoleh makanan. Dengan kata lain anak akan merasakan kehangatan cinta kasih dari ibu atau pengasuhnya, melalui caranya memberikan makanan, caranya menyusui , caranya mengajak tertawa dan berbicara dengan anak maupun cara-cara yang lain, yang ditunjukkan untuk menyatakan keberadaan si anak. Pengalaman ini untuk selanjutnya akan menjadi bekal bagi anak atau seseorang ketika melalui hari-hari panjangnya yang lebih kompleks di kemudian hari, manakala ia melewati fase-fase berikutnya.

http://rumah-optima.com/optima/index.php?option=com_content&view=article&id=52:identifikasi-anak-anak-khusus-pengantar-untuk-memahami-perkembangan-dan-perilakunya&catid=39:psikologi&Itemid=56

Kelainan fisik anak berkebutuhan khusus

Kelainan fisik anak berkebutuhan khusus

Perkembangan fisik dimulai sejak usia bayi dan berhenti ketika anak berusia sekitar 17 th. Pada masa bayi, seseorang ada pada masa ketergantungan penuh pada orang lain untuk bisa mempertahankan hidup. Pada masa ini seseorang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang menghasilkan perubahan bertahap baik dalam ukuran, bentuk tubuh, perasaan hingga perilakunya
Menurut tokoh-tokoh psikologi seperti H.E Erikson dan J. Piaget, kelainan fisik bisa meliputi terhambatnya perkembangan fungsi sensori motorik anak, utamanya dalam hal fungsi penglihatan, pendengaran dan fungsi otak. Oleh karena itu, yang tergolong dalam kelainan ini adalah :
Tuna Netra.
Tuna netra adalah orang yang memiliki ketajaman penglihatan 20/200 atau kurang pada mata yang baik, walaupun dengan memakai kacamata, atau yang daerah penglihatannya sempit sedemikian kecil sehingga yang terbesar jarak sudutnya tidak lebih dari 20 derajad (Daniel P. Hallahan dkk, 1982; hal :284, dalam Mardiati Busono, l988).
Tunanetra dapat dibagi atas dua kelompok besar, yaitu buta total dan kurang penglihatan (low vision). Orang dikatakan buta total jika tidak dapat melihat dua jari di mukanya atau hanya melihat sinar atau cahaya yang lumayan dapat dipergunakan untuk orientasi mobilitas. Mereka tidak dapat menggunakan huruf selain huruf braille. Adapun mereka yang tergolong low vision, adalah mereka yang bila melihat sesuatu, mata harus didekatkan, atau mata harus dijauhkan dari objek yang dilihatnya, atau mereka yang memiliki pemandngan kabur ketika melihat objek. Untuk mengatasi permasalahan penglihatannya, para penderita low vision ini menggunakan kacamata atau kotak lensa. Selain dua klasifikasi diatas, penggolongan tunanetra kadang-kadang didasarkan pada kapan terjadinya ketunanetraan, apakah sejak lahir, setelah umur 5 tahun, setelah remaja atau dewasa. Pembagian dengan memperhatikan tahun kemunculan ini didasarkan pada asumsi pengaruh ketunetraan terhadap aspek perkembangan yang lain. Akan tetapi menurut penelitian khusus yang dikutip oleh W.D. Wall dan diterjemahkan oleh Bratantyo (l993), bahwa problem-problem intelek, emosi dan sosial dari anak-anak tunanetra, tidak berbeda dengan anak-anak yang memiliki penglihatan sehat. Perbedaannya hanya mengarah pada tidak dimilikinya pengalaman, kecuali jika perkembangnnya diselamatkan oleh teknologi mutakhir.
Tuna Rungu.
Penderita tunarungu adalah mereka yang memiliki hambatan perkembangan indera oendengar. Tuna rungu tidak dapat mendengar suara atau bunyi. Dikarenakan tidak mampu mendengar suara atau bunyi, kemampuan berbicaranyapun kadang menjadi terganggu. Sebagaimana kita ketahui, ketrampilan berbicara seringkali ditentukan oleh seberapa sering seseorang mendengar orang lain berbicara., akibatnya anak-anak tunarungu sekaligus memiliki hambatan bicara dan menjadi bisu. Untuk berkomunikasi dengan orang lain, mereka menggunakan bahasa bibir atau bahasa isyarat. Sebagaimana anak tuna netra, mereka memiliki potensi perkembangan yang sama dengan anak-anak lain yang tidak mengalami hambatan perkembangan apapun.
Tuna daksa
Tunadaksa adalah penderita kelainan fisik, khususnya anggota badan, seperti tangan, kaki, atau bentuk tubuh. Penyimpangan perkembangan terjadi pada ukuran, bentuk atau kondisi lainnya. Sebab kondisi ini bisa bermula dari lahir, atau ketika melewati proses kanak-kanak yang mungkin disebabkan oleh obat-obatan ataupun kecelakaan. Sebenarnya, secara umum mereka memiliki peluang yang sama untuk melakukan aktualisasi diri. Namun seringkali, karena lingkungan kurang mempercayai kemampuanya, terlalu menaruh rasa iba, anak-anak tuna daksa sedikit memiliki hambatan psikologis, seperti tidak percaya diri dan tergantung pada orang lain. Akibatnya penampilan dan keberadaan mereka di kehidupan umum kurang diperhitungkan. Oleh karena itu, perlakuan yang selama ini menganggap penderita tunadaksa adalah orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan untuk hidup, perlu ditinjau lagi. Dengan kemajuan teknologi sebagaimana sekarang, penderita kelainan fisik dapat memperoleh fasilitas hidup yang lebih layak dan memadai.

Sumber :
http://rumah optima.com/optima/index.php?option=com_content&view=article&id=52:identifikasi anak-anak-khusus-pengantar-untuk-memahami-perkembangan-dan perilakunya&catid=39:psikologi&Itemid=56

Jumlah anak autis semakin bertambah

Jumlah anak autis semakin bertambah
Jumlah anak yang terkena autisme makin bertambah. Di Canada dan Jepang pertambahan ini mencapai 40 persen sejak 1980. Di California sendiri pada tahun 2002 di-simpulkan terdapat 9 kasus autis per-harinya. Dengan adanya metode diagnosis yang kian berkembang hampir dipastikan jumlah anak yang ditemukan terkena Autisme akan semakin besar. Jumlah tersebut diatas sangat mengkhawatirkan mengingat sampai saat ini penyebab autisme masih misterius dan menjadi bahan perdebatan diantara para ahli dan dokter di dunia.
Sebagai contoh, perdebatan yang terjadi akhir akhir ini berkisar pada kemunkinan penyebab autisme yang disebabkan oleh vaksinasi anak. Peneliti dari Inggris Andrew Wakefield, Bernard Rimland dari Amerika mengadakan penelitian mengenai hubungan antara vaksinasi terutama MMR (measles, mumps rubella ) dan autisme. Penelitian lainnya membantah hasil penyelidikan tersebut tetapi beberapa orang tua anak penyandang autisme tidak puas dengan bantahan tersebut. Jeane Smith (USA) bersaksi didepan kongres Amerika : kelainan autis dinegeri ini sudah menjadi epidemi - saya dan banyak orang tua anak penderta autisme percaya bahwa anak mereka yang terkena autisme disebabkan oleh reaksi dari vaksinasi.
Banyak pula ahli melakukan penelitian dan menyatakan bahwa bibit autisme telah ada jauh hari sebelum bayi dilahirkan bahkan sebelum vaksinasi dilakukan. Kelainan ini dikonfirmasikan dalam hasil pengamatan beberapa keluarga melalui gen autisme. Patricia Rodier, ahli embrio dari Amerika bahwa korelasi antara autisme dan cacat lahir yang disebabkan oleh thalidomide menyimpulkan bahwa kerusakan jaringan otak dapat terjadi paling awal 20 hari pada saat pembentukan janin. Peneliti lainnya, Minshew menemukan bahwa pada anak yang terkena autisme bagian otak yang mengendalikan pusat memory dan emosi menjadi lebih kecil dari pada anak normal. Penelitian ini menyimpulkan bahwa gangguan perkembangan otak telah terjadi pada semester ketiga saat kehamilan atau pada saat kelahiran bayi.
Karin Nelson, ahli neorology Amerika mengadakan menyelidiki terhadap protein otak dari contoh darah bayi yang baru lahir. Empat sampel protein dari bayi normal mempunyai kadar protein yang kecil tetapi empat sampel berikutnya mempunyai kadar protein tinggi yang kemudian ditemukan bahwa bayi dengan kadar protein otak tinggi ini berkembang menjadi autisme dan keterbelakangan mental. Nelson menyimpulkan autisme terjadi sebelum kelahiran bayi.
Saat ini, para peneliti dan orang tua anak penyandang autisme boleh merasa lega mengingat perhatian dari negara besar di dunia mengenai kelainan autisme menjadi sangat serius. Sebelumnya, kelainan autisme hanya dianggap sebagai akibat dari perlakuan orang tua yang otoriter terhadap anaknya. Disamping itu, kemajuan teknologi memungkinkan untuk melakukan penelitian mengenai penyebab autisme secara genetik dan metabolik. Pada bulan Mei 2000 para peneliti di Amerika menemukan adanya tumpukan protein didalam otak bayi yang baru lahir yang kemudian bayi tersebut berkembang menjadi anak autisme. Temuan ini mungkin dapat menjadi kunci dalam menemukan penyebab utama autisme sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahannya
http://puterakembara.org/sebab.shtml

Gen Penyebab Autisme Ditemukan Dominan Pada Pria

Gen Penyebab Autisme Ditemukan Dominan Pada Pria
Kamis, 21 Mei 2009 | 02:10 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta : Bagi pemerhati sindrom kelainan emosional dan mental yang disebut dengan istilah autisme, riset yang menunjukkan bahwa kelainan itu lebih rentan menimpa anak laki-laki dibanding perempuan mungkin sudah pernah didengar.

Riset itu dilanjut oleh kelompok peneliti dari University of California, Los Angeles (UCLA) yang melaporkan penjelasan atas hasil riset sebelumnya pada jurnal kesehatan Molecular Psychiatry baru-baru ini.

Tim dari UCLA itu menemukan unsur genetis tertentu pada pola genetis penderita-penderita autis yaitu pada kromosom 17. Kromosom 17 adalah salah satu dari 23 pasang kromosom yang menyusun struktur DNA dan protein pada setiap sel manusia, yang mengandung sekitar 1.200 sampai 1.500 unsur genetis.
Para ahli memberi nama unsur genetis itu CACNA1G dan mengatakan pengamatan mereka atas 1.000 penderita autis menunjukkan bahwa unsur itu lebih banyak ditemui pada penderita laki-laki dibanding perempuan. Namun penelitian itu belum dapat menjelaskan mengapa unsur itu bisa lebih banyak ditemui pada penderita laki-laki dibanding perempuan.

Dr. Daniel Geschwind, Direktur Pusat Penelitian dan Penanganan Autisme Universitas California Los Angeles mengatakan unsur CAGNA1G sebenarnya ditemui secara umum pada sekitar 40 persen sampel DNA yang diamati, namun satu varian dari unsur itu ternyata dominan pada anak laki-laki.

Namun Geschwind mengingatkan bahwa unsur genetis pada kromosom 17 itu tidak dapat dianggap sebagai penyebab tunggal autisme karena masih banyak unsur genetis lain yang menjadi penyebab kelainan itu seperti yang ditemukan pada riset-riset sebelumnya.
http://www.tempointeraktif.com/hg/kesehatan/2009/05/21/brk,20090521-177406,id.html

Gejala positif Schizofrenia

Gejala positif Schizofrenia
Halusinasi selalu terjadi saat rangsangan terlalu kuat dan otak tidak mampu menginterpretasikan dan merespon pesan atau rangsangan yang datang. Penderita schizophrenia mungkin mendengar suara-suara atau melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada, atau mengalami suatu sensasi yang tidak biasa pada tubuhnya. Auditory hallucinations, gejala yang biasanya timbul, yaitu penderita merasakan ada suara dari dalam dirinya. Kadang suara itu dirasakan menyejukkan hati, memberi kedamaian, tapi kadang suara itu menyuruhnya melakukan sesuatu yang sangat berbahaya, seperti bunuh diri.
Penyesatan pikiran (delusi) adalah kepercayaan yang kuat dalam menginterpretasikan sesuatu yang kadang berlawanan dengan kenyataan. Misalnya, pada penderita schizophrenia, lampu trafik di jalan raya yang berwarna merah kuning hijau, dianggap sebagai suatu isyarat dari luar angkasa. Beberapa penderita schizophrenia berubah menjadi seorang paranoid. Mereka selalu merasa sedang diamat-amati, diintai, atau hendak diserang.
Kegagalan berpikir mengarah kepada masalah dimana penderita schizophrenia tidak mampu memproses dan mengatur pikirannya. Kebanyakan penderita tidak mampu memahami hubungan antara kenyataan dan logika. Karena penderita schizophrenia tidak mampu mengatur pikirannya membuat mereka berbicara secara serampangan dan tidak bisa ditangkap secara logika. Ketidakmampuan dalam berpikir mengakibatkan ketidakmampuan mengendalikan emosi dan perasaan. Hasilnya, kadang penderita schizophrenia tertawa sendiri atau berbicara sendiri dengan keras tanpa mempedulikan sekelilingnya.
Semua itu membuat penderita schizophrenia tidak bisa memahami siapa dirinya, tidak berpakaian, dan tidak bisa mengerti apa itu manusia. Dia juga tidak bisa mengerti kapan dia lahir, dimana dia berada, dan sebagainya.

Gejala negatif Schizofrenia

Gejala negatif Schizofrenia
Penderita schizophrenia kehilangan motivasi dan apatis berarti kehilangan energi dan minat dalam hidup yang membuat penderita menjadi orang yang malas. Karena penderita schizophrenia hanya memiliki energi yang sedikit, mereka tidak bisa melakukan hal-hal yang lain selain tidur dan makan.
Perasaan yang tumpul membuat emosi penderita schizophrenia menjadi datar. Penderita schizophrenia tidak memiliki ekspresi baik dari raut muka maupun gerakan tangannya, seakan-akan dia tidak memiliki emosi apapun. Tapi ini tidak berarti bahwa penderita schizophrenia tidak bisa merasakan perasaan apapun. Mereka mungkin bisa menerima pemberian dan perhatian orang lain, tetapi tidak bisa mengekspresikan perasaan mereka.
Depresi yang tidak mengenal perasaan ingin ditolong dan berharap, selalu menjadi bagian dari hidup penderita schizophrenia. Mereka tidak merasa memiliki perilaku yang menyimpang, tidak bisa membina hubungan relasi dengan orang lain, dan tidak mengenal cinta. Perasaan depresi adalah sesuatu yang sangat menyakitkan. Di samping itu, perubahan otak secara biologis juga memberi andil dalam depresi.
Depresi yang berkelanjutan akan membuat penderita schizophrenia menarik diri dari lingkungannya. Mereka selalu merasa aman bila sendirian.
Dalam beberapa kasus, schizophrenia menyerang manusia usia muda antara 15 hingga 30 tahun, tetapi serangan kebanyakan terjadi pada usia 40 tahun ke atas. Schizophrenia bisa menyerang siapa saja tanpa mengenal jenis kelamin, ras, maupun tingkat sosial ekonomi. Diperkirakan penderita schizophrenia sebanyak 1 % dari jumlah manusia yang ada di bumi.
Schizophrenia tidak bisa disembuhkan sampai sekarang. Tetapi dengan bantuan Psikiater dan obat-obatan, schizophrenia dapat dikontrol. Pemulihan memang kadang terjadi, tetapi tidak bisa diprediksikan. Dalam beberapa kasus, penderita menjadi lebih baik dari sebelumnya. Keringanan gejala selalu nampak dalam 2 tahun pertama setelah penderita diobati, dan berangsur-angsur menjadi jarang setelah 5 tahun pengobatan. Pada umur yang lanjut, di atas 40 tahun, kehidupan penderita schizophrenia yang diobati akan semakin baik, dosis obat yang diberikan akan semakin berkurang, dan frekuensi pengobatan akan semakin jarang.

Mengenal Persepsi, Ilusi, dan Halusinasi

Mengenal Persepsi, Ilusi, dan Halusinasi

Kita tentu sering sekali mendengar istilah persepsi, ilusi, maupun halusinasi. Pada ilmu kejiwaan, kata-kata tersebut sangat akrab bagi mereka yang berkecimpung di dalamnya. Tapi apa sebenarnya persepsi, ilusi, dan halusinasi ditinjau dari sisi kejiwaan ?
Persepsi adalah hasil interaksi antara dua faktor, yaitu faktor rangsangan sensorik yang tertuju kepada individu atau seseorang dan faktor pengaruh yang mengatur atau mengolah rangsangan itu secara intra-psikis. faktor-faktor pengaruh itu dapat bersifat biologis, sosial, dan psikologis. Karena adanya proses pengaruh-mempengaruhi antara kedua faktor tadi, di mana di dalamnya bergabung pula proses asosiasi, maka terjadilah suatu hasil interaksi tertentu yang bersifat "gambaran psikis".
Ilusi adalah suatu persepsi panca indera yang disebabkan adanya rangsangan panca indera yang ditafsirkan secara salah. Dengan kata lain, ilusi adalah interpretasi yang salah dari suatu rangsangan pada panca indera. Sebagai contoh, seorang penderita dengan perasaan yang bersalah, dapat meng-interpretasikan suara gemerisik daun-daun sebagai suara yang mendekatinya. Ilusi sering terjadi pada saat terjadinya ketakutan yang luar biasa pada penderita atau karena intoksikasi, baik yang disebabkan oleh racun, infeksi, maupun pemakaian narkotika dan zat adiktif.
Ilusi terjadi dalam bermacam-macam bentuk, yaitu ilusi visual (penglihatan), akustik (pendengaran), olfaktorik (pembauan), gustatorik (pengecapan), dan ilusi taktil (perabaan).
Halusinasi adalah persepsi panca indera yang terjadi tanpa adanya rangsangan pada reseptor-reseptor panca indera. Dengan kata lain, halusinasi adalah persepsi tanpa obyek.
Halusinasi merupakan suatu gejala penyakit kejiwaan yang gawat (serius). Individu mendengar suara tanpa adanya rangsangan akustik. Individu melihat sesuatu tanpa adanya rangsangan visual, membau sesuatu tanpa adanya rangsangan dari indera penciuman.
Halusinasi sering dijumpai pada penderita Schizophrenia dan pencandu narkoba. Halusinasi juga dapat terjadi pada orang normal, yaitu halusinasi yang terjadi pada saat pergantian antara waktu tidur dan waktu bangun. Hal ini disebut halusinasi hypnagogik.